Saung Mimpi: Perkenalkan Ragam Cita-Cita kepada Anak

Oleh: Almara Jati

Sekolah Mimpi yang diadakan pada 4 Maret 2018 menghadirkan kegiatan Saung Tematik dengan tema kesehatan. Diselenggarakan di SD Negeri Kebonharjo, Saung Mimpi berhasil menarik antusias anak-anak di sekolah tersebut. (Sumber: dok. Saung Mimpi)

Komunitas Saung Mimpi membawa misi pengenalan cita-cita kepada anak-anak lewat metode permainan dan bicara di depan umum. Komunitas ini berusaha membangkitkan kepercayaan diri anak-anak dan memperluas wawasan mereka mengenai beragam cita-cita.

Komunitas ini diawali dari keikutsertaan beberapa pendirinya dalam sayembara pendanaan Indonesian Culture and Nationalism (ICN) Universitas Prasetiya Mulya pada akhir 2012. Kemudian, Saung Mimpi secara resmi berdiri pada 7 Mei 2013. Komunitas ini digagas oleh 5 orang dengan keresahan yang sama, yaitu cita-cita anak yang selalu itu-itu saja dan kurangnya percaya diri seorang anak untuk bisa berekspresi. Para penggagas Saung Mimpi merasa masih banyak  cita-cita yang belum diketahui oleh anak-anak selain yang diajarkan oleh guru di sekolah.

Saat ini, anggota dari Saung Mimpi berjumlah 76 orang yang terdiri atas 16 orang laki-laki dan 60 orang perempuan. Anggota komunitas ini berasal dari berbagai macam universitas di Yogyakarta seperti UGM, UNY, Universitas Sanata Dharma, UII, Universitas Atma Jaya, dan lain sebagainya.

Penamaan beragam divisi di dalam komunitas ini disesuaikan dengan nama-nama pahlawan Indonesia. Tujuannya untuk menghargai jasa para pahlawan sambil mengingat nama mereka. Divisi-divisi tersebut adalah Soekarno (Ketua), Sayuti Melik (Sekretaris), Fatmawati (Bendahara), B. J. Habibie (Riset dan Pengembangan), Ki Hajar Dewantara (Pendidikan), Sutan Syahrir (Humas dan Publikasi), Muhammad Hatta (Koperasi), dan Dewi Sartika (PSDM).

Metode utama yang digunakan dalam mengedukasi anak-anak adalah permainan kreatif. Saung Mimpi menggunakan metode sosiodrama dan bermain peran. Metode tersebut didasarkan atas 5 nilai yang dianut oleh Saung Mimpi yaitu sikap positif, perluasan wawasan, adi wacana, eksperimen, dan kewirausahaan. Nilai-nilai tersebut ditujukan untuk memperluas wawasan anak-anak tentang profesi apa saja yang dimiliki orang dewasa. Salah satu bagian lain dari permainan kreatif adalah komunikasi publik. Tujuannya agar anak-anak dapat melatih kemampuan berekspresi dan berbicara mereka di depan publik.

Kegiatan utama dari Saung Mimpi adalah Sekolah Mimpi yang dilakukan sebanyak tiga hingga lima kali di dua sekolah dasar. Terdapat dua kegiatan utama dalam Sekolah Mimpi yakni Saung Profesi dan Saung Tematik. Saung Profesi memperkenalkan empat hingga lima profesi, sedangkan Saung Tematik mencoba memperkenalkan profesi sesuai tema tertentu misalnya sineas (perfilman), literasi, atau kesehatan.

Rilo Restu Surya Atmaja, Ketua Saung Mimpi, menyatakan bahwa riset lokasi kegiatan akan dilakukan sebelum pengadaan Sekolah Mimpi. “Biasanya kami akan bertanya terlebih dahulu ke anak-anak di lokasi tujuan tentang cita-cita apa yang mereka inginkan di masa depan. Kami juga melihat kondisi mereka di sekolah untuk menentukan profesi yang akan kami kenalkan nantinya,” kata Rilo (10/3).

Riset lain tentang keadaan sosial, ekonomi, dan pendidikan dilakukan melalui pemerintah desa. Saung Mimpi akan melihat kondisi sekolah dari segi infrastruktur seperti ketersediaan perpustakaan dan ekstrakurikuler. Ada pula survei kondisi sosial ekonomi dari wali murid dan lingkungan sosial mereka.

Ada beberapa pengalaman unik yang Saung Mimpi alami ketika sedang berkegiatan. Salah satunya adalah jawaban beberapa anak di desa ketika ditanya tentang pekerjaan impiannya. “Ada yang menjawab ingin menjadi supir bus pariwisata hingga tukang gali kubur,” kata Rilo sambil tertawa. Lain halnya dengan di kota, beberapa anak cenderung memiliki cita-cita yang spesifik seperti animator, insinyur penerbangan, hingga insiyur perminyakan.

Perbedaan cita-cita tersebut menjadi salah satu alasan bagi Saung Mimpi untuk lebih fokus berkegiatan di pinggiran Yogyakarta. “Anak-anak di kota memiliki lebih banyak akses informasi dibanding anak-anak desa. Pekerjaan di kota juga lebih beragam dibanding profesi yang ada di desa,” kata Rilo.

Perbedaan lain yang lebih signifikan antara anak-anak kota dan desa adalah sikap mereka dalam berinteraksi. Anak-anak di kota cenderung lebih aktif dalam konteks kondusif maupun tidak kondusif. Sementara anak-anak di desa cenderung sangat pasif atau aktif yang mendominasi.

“Mereka memiliki keunikan masing-masing dan butuh pendekatan yang berbeda-beda. Ada anak yang didekati secara fisik baru mau mendengarkan, ada pula yang bisa didekati secara verbal saja,” kata Sri Winarni Ardi Sutrisni, salah satu staf divisi Sutan Syahrir (10/3).

Pengenalan pola hidup bersih sehat pada Saung Tematik (4/3) salah satunya mengajarkan bagaimana cara mencuci tangan yang baik kepada anak-anak. Hal ini merupakan bagian dari tema kesehatan yang diangkat Saung Mimpi pada kegiatan tersebut. (Sumber: dok. Saung Mimpi)

Pada 4 Maret 2018, Saung Mimpi mengadakan Sekolah Mimpi dengan kegiatan inti Saung Tematik bertema kesehatan di SD Negeri Kebonharjo, Samigaluh, Kulon Progo. Kegiatan ini bekerja sama dengan SCOPE CIMSA UGM dari Fakultas Kedokteran UGM. Ada 4 profesi yang diperkenalkan dalam kegiatan tersebut yaitu dokter umum, ahli gizi, dokter spesialis penyakit dalam, dan dokter gigi.

“Anak-anak tampak antusias dan beberapa menyatakan sangat ingin menjadi dokter. Anggota CIMSA UGM menunjukkan kepada anak-anak bagaimana cara mencuci tangan yang benar dan mengajari nama-nama benda terkait kebersihan dalam bahasa Inggris,” kata CIMSA UGM dalam salah satu media sosialnya (19/3).

Permainan lain yang digunakan adalah mencocokkan nama organ dengan fungsinya, edukasi pertolongan pertama, pola hidup bersih sehat, pengenalan nutrisi dalam makanan, serta cara merawat dan pengenalan struktur gigi.

Rilo mengaku masih banyak cita-cita Saung Mimpi yang ingin dicapai. “Wacana jangka panjang kami yakni mengubah struktur organisasi menjadi yayasan. Harapan ke depannya bagi Saung Mimpi adalah memberikan inovasi jenis-jenis dan metode edukasi untuk anak,” kata Rilo.

(Editor: Namira Putri)