Selangkah Lebih Maju Memaknai Makanan

Rempah-rempah yang dihasilkan oleh petani di Pegunungan Menoreh dan dikelola oleh Agradaya, salah satu pembicara di Pecha Kucha Night volume 19. (sumber : Instagram @agradaya)

oleh: Eden Anugrah H

Di Yogyakarta, berkembang beberapa komunitas yang memiliki kepedulian khusus terhadap isu tentang makanan. Mulai dari yang fokus pada kajian pangan secara antropologis, meningkatkan kepedulian pangan melalui karya musik, hingga mengupas mitos-mitos karbohidrat. Pecha Kucha Night Vol. 19 (16/3) menghadirkan semua perspektif ini dengan judul  “Belajar Makan”.

Pecha Kucha Night Yogyakarta volume ke 19 ini diadakan di Antologi Collaboractive Space dengan 10 pembicara dan dipandu oleh Gundhi atau terkenal sebagai @gundhisoss.

Suasana Pecha Kucha Night volume 19 di Antologi Collaboractive Space (16/3). (sumber : instagram @pechakuchajog).

Bakudapan adalah salah satu komunitas yang memaparkan nilai-nilai yang menjadi dasar kegiatan mereka. Bakudapan merupakan kelompok belajar pangan dengan latar belakang antropologi dan seni.

Disadur dari situs bakudapan.com, makanan perlu dibahas karena segala aspek pangan sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Mulai dari produksi, distribusi, konsumsi, politik, gender, dan sosial budaya. “Fungsi makanan tidak hanya sesederhana mengisi perut,” ujar Monika Swastyastu, perwakilan dari Bakudapan.

Kemudian ada juga organisasi nirlaba Kampung Halaman, yang berfokus meningkatkan kesadaran pangan pada remaja dan anak muda. Cara yang digunakan adalah membuat program 2500 kalori yaitu album musik yang berisi karya dengan tema besar Musik, Remaja, dan Pangan. Album ini bekerja sama dengan 31 musisi dari Yogyakarta, Solo, dan Salatiga.

Rachma Safitri, Direktur Eksekutif Kampung Halaman, menyatakan bahwa mereka adalah organisasi nirlaba yang bergerak di bidang remaja dan anak muda secara umum. Isu pangan menjadi salah satunya karena makanan adalah kebutuhan dasar remaja dan anak muda usia 15-24 tahun yang jumlahnya di Indonesia mencapai 63 juta  jiwa.

“Makanan adalah sumber gizi utama mereka, maka dari itu penting untuk mengajak generasi ini peka dan kritis terhadap sumber energi dan gizi yang masuk dalam tubuh mereka,” ujar Rachma.

Beberapa pertanyaan yang digunakan untuk mengkritisi antara lain: apakah makanan yang kita santap sehari-hari sudah cukup bergizi? Apakah kita tahu dari mana makanan kita berasal? Apakah kita menghabiskan makanan yang kita ambil sendiri?

Sepuluh organisasi yang hadir di Pecha Kucha Night volume 19: Kampung Halaman, Bakudapan, Kelas Nalar Pangan, Oriflakes, Sekolah Pagesangan, Tsattempe, Agradaya, Chew Kitchen, Ademuy Gelato, dan Hanhan Chocolate. (sumber: instagram @pechakuchajog).

Selain organisasi dan komunitas, ada juga beberapa kegiatan rutin yang agendanya belajar soal makanan. Misalnya Minggu Pangan yang merupakan bagian dari kegiatan peluncuran album 2500 kalori. Dalam Minggu Pangan volume yang kedua, akhir 2017 lalu, sebuah pandangan dilontarkan oleh Dyah Sumarmo, pendiri Warung Kita Nitiprayan bahwa “Kita harus tahu asal bahan makanan yang ada di meja makan kita setiap hari. Karena dengan begitu, kita bisa menjamin kualitas bahan pangan kita”.

Lalu ada juga kelas Nalar Pangan yang diinisiasi oleh salah satu pendiri katering makanan sehat Letusee, Maria Stephani atau Steffi. Salah satu fokus di kelas Nalar Pangan adalah membahas mitos anggapan masyarakat mengenai karbohidrat.

Pertama, bahwa karbohidrat hanya terkandung di makanan seperti roti, nasi, mi, dan kentang. Perlu dipahami bahwa hal ini tidak sepenuhnya benar karena karbohidrat berada di semua sumber makanan nabati seperti sayur dan serat.

Kedua, kebanyakan orang berpikir bahwa karbohidrat tidak sehat. Hal ini salah, karena karbohidrat adalah sumber energi untuk tubuh dan otak.

Salah satu kegiatan Kelas Nalar Pangan tentang kopi dan rempah-rempah. (sumber : Instagram @kelasnalarpangan).

Lalu anggapan bahwa karbohidrat akan membuat gemuk. Hal ini tidak sepenuhnya benar, karena yang membuat gemuk adalah karbohidrat yang disimpan sebagai cadangan lemak di otot, dan tidak semua karbohidrat akan disimpan sebagai cadangan lemak di otot.

Terakhir, terkait anggapan bahwa orang sering merasa belum kenyang ketika belum makan nasi. Hal ini disebabkan karena nasi memiliki indeks glikemik yang tinggi, sehingga nasi baru akan mengenyangkan ketika dikonsumsi dalam jumlah banyak.

Menanggapi isu-isu soal pangan yang diangkat, Ninda Feranggita, Mahasiswi Jurusan Gizi dan Kesehatan UGM yang juga menghadiri Pecha Kucha Night volume 19 menyatakan bahwa pembahasan ini sangat menarik.

”Misalnya mengenai mitos-mitos karbohidrat. Dalam materi kuliah saya, hal ini dibahas secara mendetail. Dengan adanya diskusi, hal ini jadi bisa dipahami oleh siapa saja dan orang-orang memang perlu tahu,” kata Ninda.