Seroeni: Mendobrak Batas, Melestarikan Budaya

Acara “Panggung Sandiwara” yang diadakan di Fakultas Filsafat UGM dihadiri mahasiswa dari berbagai fakultas.

Oleh: Anastasia Dea Puspita

 Seroeni, sebuah grup musik beraliran etnik akustik yang memadukan alat musik tradisional Jawa dan modern, diterima kalangan muda karena warna musiknya yang unik dan lagunya yang bercerita tentang cinta.

Berawal dari kelompok musik beranggotakan lima orang yang empat tahun lalu ditantang untuk menampilkan sesuatu yang menarik pada acara peresmian gedung kecamatan Wonosari, Seroeni perlahan-lahan tumbuh memberikan warna baru di panggung musik di Yogyakarta.

Mereka telah merilis dua buah lagu yang dapat diakses di akun YouTube “Seroeni Jogja”, yang berjudul “Kasih” dan “Cerita dalam Diam”. Lagu-lagu mereka terinspirasi dari pengalaman pribadi para personel. Walaupun begitu, mereka tidak menutup kemungkinan untuk bekerja sama dengan pihak-pihak luar, seperti pendengar setia mereka dalam pembuatan lagunya.

Dirilis pada 14 Februari 2019, Seroeni mengajak pendengarnya merasakan kerinduan terhadap kekasih

Dalam perjalanannya, Seroeni mengalami beberapa kali pergantian anggota yang dikarenakan oleh beberapa faktor, seperti kesibukan dan berkuliah di luar kota. Saat ini, Seroeni beranggotakan tujuh personel yaitu Unggul (bonang), Vian (seruling merangkap bonang), Cemara (gitaris), Andu (vokalis), Jemparing (biola), Nada (bass), dan Andra (kendang).

(Dari kiri ke kanan) Jemparing, Unggul,  dan Cemara ketika diwawancarai. (4/9)

Meskipun mereka belum pernah mengisi acara di luar Yogya, penampilan mereka selalu profesional. “Semua event sama saja, tidak ada perbedaan. Event besar ataupun kecil, kami selalu berusaha menampilkan yang terbaik,” kata Unggul, pendiri dan fasilitator Seroeni.

Untuk promosinya, mereka mengandalkan promosi dari mulut ke mulut. Beberapa pihak yang pernah bekerja sama dengan Seroeni antara lain BEKRAF, Dinas  Pariwisata dan Kebudayaan DIY, dan Fakultas Hukum UGM.

“Yang membuat aku ingin bekerja sama dengan Seroeni adalah karena mereka punya keunikan yang tidak banyak dimiliki musisi jaman sekarang. Mereka menggabungkan musik pop dengan musik tradisional dan hal itu yang ingin aku bantu sebarluaskan,” ungkap Brian Alexander atau akrab disapa Bra, salah satu panitia acara “Panggung Sandiwara”, ketika menjelaskan alasan memanggil Seroeni sebagai salah satu penampil dalam acara tersebut..

Seroeni mengisi acara, hanya ketika ada panggilan dan waktu diadakannya tidak bentrok dengan jadwal para personel, karena mayoritas personel Seroeni adalah mahasiswa. Bila ada salah seorang personel berhalangan hadir, mereka akan mencari anggota pengganti untuk acara tersebut.

Untuk kisaran berapa pendapatan dalam sekali pentas, Seroeni tidak mau mengulasnya. “Tujuan utama Seroeni bukan untuk mencari uang. Yang terpenting, dalam setiap event Seroeni dicukupi kebutuhan panggungnya seperti, transportasi alat dan manusianya,” tegas Unggul.

Seroeni menjadi sarana untuk melestarikan musik tradisional gamelan seperti yang diungkapkan oleh Marcelino Aldrian, salah satu pendengar setia Seroeni dalam suatu kesempatan. Ia pada awalnya tidak memiliki dasar bermusik yang baik, namun setelah mendengar Seroeni, ia menjadi ingin mengetahui musik karawitan lebih dalam dan bahkan menulis lirik lagu bersama Seroeni.

Ke depannya, Seroeni ingin mengadakan konser tunggal dan membuat lagu baru yang direncanakan rilis tahun depan.