Wayang Klithih, Remaja Keluar Malam untuk Berkarya Seni

Komunitas Wayang Klithih berupaya mengembalikan pengertian klithih yang sebenarnya.

 

Oleh: Amalia Miftachul Chasanah

Yogyakarta – Klithih dalam bahasa Jawa memiliki makna remaja berkeliaran di malam hari. Akhir-akhir ini ketenangan warga Yogyakarta diganggu oleh aksi kriminal yang dilakukan oleh remaja klithih. Sekelompok remaja tergabung dalam komunitas wayang berupaya mengingatkan makna klithih yang positif. 

Wayang Klithih adalah seni pementasan wayang kulit yang dimainkan oleh gabungan pelajar SMA di Daerah Istimewa Yogyakarta. Beberapa di antaranya yang tergabung dalam Wayang Klithih adalah SMKI Yogyakarta, SMA Muhammadiyah 5 Yogyakarta, dan SMA Negeri 3 Yogyakarta. Salah satu pementasan Wayang Klithih telah dilaksanakan pada Maret (2018 ) lalu.

“Kami ingin mengubah persepsi Warga Jogja mengenai klithih yang selama ini negatif,” kata Aris (40), panitia penyelenggara. Tidak semua remaja di Yogyakarta keluar malam untuk melakukan tindak kriminal. “Anak-anak remaja yang tergabung dalam pagelaran Wayang Klithih ini keluar malam untuk berkarya seni,” imbuhnya.

Untuk mengubah persepsi negatif warga tentang remaja dan klithih, maka seluruh pemain yang terlibat dalam pementasan ini sengaja dipilih dari kalangan remaja. Upaya ini dilakukan juga untuk menarik minat remaja mengenal budaya melalui wayang.

Dalang dalam pagelaran Wayang Klithih adalah Sigit Tripurnomo, pelajar kelas XII SMKI Yogyakarta. Selain Sigit, 20 siswa lain turut serta dalam pagelaran ini yang terdiri dari tujuh belas pengrawit dan tiga orang sinden. Mereka tergabung dalam Young Wiyogo Zyndicate atau Yowizt.

Akhir-akhir ini,  Yogyakarta ramai dengan kasus kriminalitas yang dilakukan remaja di malam atau dini hari. Pihak kepolisian dan media menyebut kasus ini sebagai  klithih. Mulai saat itu terdapat pergeseran makna klithih di kalangan Warga Yogyakarta. Klithih dicap sebagai tindakan buruk.

Pihak panitia dari Tri Tura Art Community sedang mengusahakan kerja sama dengan dinas terkait untuk membantu penyelenggaraan pagelaran Wayang Klithih. “Yang sudah memberikan dukungan untuk pagelaran ini dari Dinas Kebudayaan DIY,” Kata Aris.

Wayang kulit ini memiliki gaya baru karena dikolaborasikan dengan beatbox yang diiringi dengan gamelan. “Kami juga mencampurkan bahasa Jawa, Inggris, dan Indonesia,” kata Duta Laksamana (17), salah satu pemain beatbox dalam pementasan Wayang Klithih.

Pementasan di Kelurahan Patangpuluhan, menjadi pementasan perdana sekaligus gladi bersih sebelum Wayang Klithih dipentaskan di empat belas kecamatan di Kota Yogyakarta. Rencananya tur pementasan ini akan berlangsung selama enam bulan.

Di setiap pementasan, akan dimainkan lakon yang berbeda-beda. “Tetap dibuat singkat, karena tidak semua pakemnya ada,” Kata Sigit (18). Dalam pementasan berikutnya, Wayang Klithih akan dikolaborasi juga dengan tarian. “Sekarang masih keterbatasan tempat, untuk besok diusahakan bisa lebih besar,” kata Aris.

Ketua panitia, Sumarwan (41), dalam sambutannya menjelaskan, bahwa tantangan dalam pementasan Wayang Klithih adalah mendatangkan respon dari masyarakat. Oleh karena itu, pementasan Minggu kemarin menjadi uji coba untuk salah satunya melihat respon masyarakat.

Sigit Hartobudiyono, Lurah Patangpuluhan, turut hadir menyaksikan pementasan wayang. Dirinya berharap agar kegiatan seperti ini dapat diapresasi oleh masyarakat. “Budaya Jawa, salah satunya wayang harus dilestarikan, karena ada nilai filosofi di tiap ceritanya,” kata Sigit dalam sambutannya.

 

(Editor: Ilma Kinasih/*)