Oleh : Rr. Shafira Putri Ramadhani
Berkembangnya wisata air di Yogyakarta, mendorong semangat Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan masyarakat Desa Salakan, Kelurahan Potorono untuk mengelola dan berinovasi terhadap potensi telaga dan hutan desa atau wanadesa Potorono. Embung Potorono menjadi wadah rekreasi alternatif dan membawa asa bagi pembangunan masyarakat sekitarnya.
Sebelum dibangun embung, Desa Potorono sering mengalami sumur kering saat musim kemarau. Hal itu menginisiatif Desa Potorono untuk membangun sebuah embung yang berfungsi untuk menampung air hujan. Rupanya saat mengeruk tanah, muncul mata air yang kemudian mengisi embung dan kini sumur di Desa Potorono tidak mengalami kekeringan.
Ketua Pokdarwis Cindai Mas, Ali Qosim memaparkan Embung Potorono dikelola oleh Pokdarwis secara swadaya. Terdapat pengurus harian yang meng berbagai aspek berisi ketua, sekretaris, bendahara, dan ke beberapa divisi lain yaitu keamanan, usaha, sosial, publikasi, dan pemasaran.
Pokdarwis membagi pengelolaan sehari-hari sesuai dengan bidang masing-masing. Seperti pengelolaan pedagang sekitar, uang parkir, dan uang sewa tenant oleh pedagang pasar kaget dikelola oleh bidang usaha. Ada lima kotak parkir yang diletakkan di sekitar embung. Tarif parkir pun seikhlasnya dan belum ada biaya retribusi masuk ke Embung Potorono. Petugas biasanya mengambil uang pada kotak setiap sore. Uang tersebut lalu dialokasikan untuk dana kebersihan dan listrik. Pun juga untuk dana pengembangan wisata di Embung Potorono seperti penambahan fasilitas tempat sampah, lampu taman, dan gazebo.
Pemberian fasilitas tersebut demi menunjang kenyamanan pengunjung, namun juga pernah disalahgunakan oleh pengunjung. Hal ini menjadi tugas dari bidang keamanan dan ketertiban untuk melakukan razia apabila terdapat gangguan di sekitar Embung Potorono. Ketertiban juga mengatur jalannya perdagangan saat pasar kaget, yaitu kondisi antara pedagang dari masyarakat dan pedagang dari luar.
Keberadaan Embung Potorono disadari oleh masyarakat dan memanfaatkannya sebagai ladang usaha. Mereka menjual berbagai makanan mulai dari jajanan anak-anak, aneka makanan dan minuman, sampai menyediakan pakan ikan.
Salah satu pedagang di Embung Potorono adalah Ibu Zubaidah. Bu Zub, baru membuka warung satu tahun terakhir. Melihat peluang di Embung Potorono, beliau memperluas warungnya yang akan diisi dengan toilet umum, warung makan, atau mungkin disewakan untuk orang lain. “Ya lumayan Mbak, buat tambah-tambah dapur. Sambil buat nunggu rumah daripada diem,” ujar Bu Zub.
Biasanya pengunjung banyak pada akhir minggu di pagi hari untuk berolahraga dan juga di sore hari untuk pasar kaget. Pasar kaget tersebut mengundang pedagang dari luar masyarakat untuk membuka lapak di Embung Potorono setiap Sabtu dan Minggu sore.
Untuk dana pengelolaan, pedagang dari masyarakat membayar dua ribu rupiah perhari. Sementara pedagang di pasar kaget sejumlah sepuluh ribu rupiah tiap kali berdagang.
Embung Potorono sering digunakan sebagai tempat perayaan sebuah acara. Seperti pada Januari 2019, terdapat lomba memancing ikan di Embung Potorono. Dalam acara ini seluruh anggota Pokdarwis dan dibantu oleh pemuda desa mengelola jalannya acara. Keuntungan dari acara tersebut kembali diberikan kepada masyarakat sekitar yang membutuhkan. Hal tersebut diwujudkan oleh bidang sosial dengan pembagian sembako ke warga lansia sekitar desa.
Ibu Santi, seorang pengunjung, mengatakan bahwa kebersihan di Embung Potorono sudah bagus Namun masih perlu penambahan area bermain untuk anak-anak agar menambah variasi wisata. “Ditambah area bermain, atau bebek-bebekan.”, ungkapnya.
Ali Qosim berharap kedepannya bisa melaksanakan penambahan fasilitas, pembenahan wanadesa, dan mengelola Embung Potorono sebagai asa pembangunan desa. “Harapan item-item fasilitas seperti mainan anak, tempat ibadah, toilet dan jalan masuk bisa terlaksana di pembangunan kedua besok.”, ujarnya.