Gifood Tak Sekadar Platform Berbagi Makanan

Brosur Gifood sebagai media promosi sekaligus meningkatkan kesadaran akan isu limbah makanan (25/5/2018).

Selain sebagai platform berbagi makanan, Gifood turut berkampanye tentang isu limbah makanan (food waste).

oleh: Fina Nailur Rohmah

Gifood, sebuah platform berbasis aplikasi Web dan LINE, hadir tak sekadar untuk berbagi makanan, tapi juga mencoba untuk mengurangi jumlah limbah makanan di Indonesia.

Gifood menghubungkan orang yang mempunyai  makanan berlebih dan orang yang membutuhkan. Tim inisiator Gifood sendiri terdiri atas 12 orang dari 5 universitas yang berbeda, yaitu UGM, Akakom, Amikom, UNY, dan UIN Sunan Kalijaga.

Gifood pun mendapat gelar Juara 1 dan The Best General Category App di ajang Telkom Hackathon  PT Telkom pada Februari 2018. Konsep platform ini terdiri dari tiga elemen yang mencakup giver, transporter, dan receiver.

Giver adalah pihak yang memiliki makanan berlebih, receiver adalah pihak yang membutuhkan makanan, dan transporter adalah pihak yang mengantarkan makanan. “Transporter ini bisa dari sukarelawan atau komunitas sosial,” ungkap Naufal (24/4/2018), pendiri Gifood.

Laman Gifood sebagai platform berbagi makanan. Sumber: gifood.id.

Salah satu komunitas yang bekerja sama dengan Gifood yakni Eman Segone, kemudian sukarelawan sendiri disebut dengan Food Warriors yang dikumpulkan melalui rekruitmen terbuka.

Berdasarkan data yang bersumber dari Economic Intelligence Unit (EIU), Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat produksi limbah makanan tertinggi setelah Saudi Arabia. Angka produksi limbah ini mencapai 300kg setiap orang dalam setiap tahunnya.

“Di Indonesia masih banyak yang belum sejahtera, tapi banyak orang membuang makanan yang masih bisa dikonsumsi,” ungkap Naufal.

Tidak hanya itu, Gifood bersama dengan AIESEC UGM juga mengadakan program Food Waste Diet Week. Program tersebut berupa kampanye mengenai limbah makanan yang turut serta didukung oleh IAAS UGM dan Creative Hub Fisipol UGM.

Food Waste Diet Week sebagai program kampanye terkait isu limbah makanan. Sumber: www.instagram.com/gifood.id/.

“Kampanye ini bertujuan agar orang dapat menghabiskan makanan, memberi tahu tentang keberadaan Gifood, serta memberikan kotak untuk orang yang nggak sanggup menghabiskan makanan,” tambahnya.

Isna (19) sebagai salah satu Giver merasa bahwa beberapa orang memang belum menyadari isu limbah makanan, “Sebenarnya teman-temanku nggak peduli. Katanya kalau basi tinggal buang aja. Padahal kan sayang karena jumlahnya banyak,” ungkap Isna (17/5/2018).

Salah satu teman Isna kemudian menyarankan untuk menggunakan Gifood, “Waktu acara Super Camp BEM KM UGM, sie konsumsi pesen terlalu banyak. Baru diupload oleh Gifood, nggak sampai 5 menit banyak yang kirim pesan. Aku kira akan ada rasa gengsi, ternyata banyak yang minat. Ada yang butuh 1 kotak, 5 kotak, 8 kotak. Ada juga yang tiba-tiba datang tanpa kirim pesan,” tambahnya.

Setelah menggunakan Gifood, Isna mengaku turut terbantu dengan adanya platform ini. Ia senang karena bertemu dengan banyak orang dengan latar belakang yang berbeda. “Lucu bertemu orang dari latar belakang yang bermacam-macam. Ada rasa senang ketika bisa membantu menjadi penyalur,” tambah Isna.

Keuntungan Gifood juga dirasakan oleh Balya (18) sebagai receiver, Ia bersama teman-teman Teater Selasar Fisipol UGM beberapa kali menggunakan platform tersebut. “Waktu latihan mau pentas temanku sering membawakan camilan dan makanan. Aku penasaran ini dari mana, ternyata dari Gifood,” ungkap Balya.

Namun, Balya menyadari bahwa Gifood justru banyak dimanfaatkan oleh mahasiswa, bukan oleh orang-orang yang benar-benar membutuhkan. “Menurutku orang yang kekurangan belum tahu tentang Gifood. Yang memanfaatkan Gifood justru bukan orang-orang kelaparan, melainkan mahasiswa dalam rangka menekan anggaran misalnya,” tambahnya.

Hal tersebut dikonfirmasi melalui pernyataan Syauqi selaku Divisi Social Movement Gifood. Ia menyatakan bahwa Gifood sejauh ini baru bisa menyelesaikan masalah bagaimana makanan tidak sia-sia, tetapi belum bisa mengurangi masalah kelaparan masyarakat Indonesia. “Gifood menginformasikan makanan berlebih lewat LINE, sedangkan pengguna LINE itu kan kebanyakan mahasiswa,” ungkapnya (14/5/2018).

Terkait rencana Gifood ke depan, Gifood akan memetakan beberapa tempat di mana orang-orang benar-benar membutuhkan makanan. Syauqi juga telah mengusulkan divisi litbang Gifood tentang pengolahan makanan sisa yang tidak layak, misalnya untuk makanan ternak atau pupuk.