Menjaga Ikon Yogyakarta, Mengistirahatkan Malioboro Setiap Selasa Wage

 

Wajah baru pedestrian Malioboro sebagai upaya menjaga ikon Kota Yogyakarta (Sumber: WinNetNews.com)

Oleh : Agustina Br. Tarigan

Mulai 26 September 2017, Pemerintah Kota Yogyakarta menerapkan aturan Malioboro bebas pedagang kaki lima setiap hari Selasa Wage. Tujuannya, dalam satu hari itu, berbagai pihak bisa melakukan perawatan dan perbaikan Malioboro.

Awalnya kegiatan reresik pedestrian Malioboro ini dilakukan bertepatan dengan rangkaian peringatan HUT Kota Yogyakarta ke 261 pada 7 Oktober lalu. Sebagai bentuk pelestarian dan pemeliharaan jantung kota, Malioboro dinilaperlu untuk dibenahi melalui kegiatan kerja bakti yang dilakukan oleh para pedagang dan penduduk setempat.

Kesepakatan pemerintah Kota Yogyakarta dengan para pedagang ditandai dengan persetujuan para pedagang untuk tidak berjualan dan rela kehilangan omset satu hari yang berkisar Rp 1 sampai Rp 1,5 juta.

Pengecekan saluran air dan pembersihan sampah juga dilakukan setiap selasa wage untuk menjaga kenyamanan para pengunjung pedestrian Malioboro (Sumber : Edzan Raharjo/detikcom)

Sekitar kurang lebih dua ribu pedangang ikut serta dalam kegiatan gotong royong pada 26 September. Ketua Paguyuban PKL lesehan Malioboro juga mengatakan bahwa antusiasme para pedagang dalam kegiatan reresik pedestrian Malioboro pada bulan Oktober tetap tinggi dan tetap bersemangat, bahkan saat itu sudah melakukan pengecatan dibeberapa toko, Selasa (31/10/2017).

Kegiatan ini sudah menjadi keputusan bersama sehingga para pedagang pun harus ikut mendukung. Salah seorang pedagang kaki lima Malioboro, Mujono, di sela reresik Malioboro berpendapat bahwa libur satu hari tidak menjadi masalah. Karena kesempatan ini juga bisa dimanfaatkan untuk beristirahat.

Di samping itu, bagi pedagang kaki lima yang masih nekat berjualan pada Selasa Wage, komunitas akan memberikan sanksi tegas karena kebijakan tersebut sudah didukung oleh semua pedagang. Prapto, salah seorang pedagang di Malioboro mengatakan bahwa dirinya tidak keberatan dengan peraturan Selasa Wage yang menggantikan satu hari penjualannya dengan kerja bakti untuk reresik. Ia juga berpendapat bahwa rejeki sudah diatur oleh Yang Maha Kuasa, wajar jika dalam berjualan ada waktu sepi dan ramai.

Sultan HB X melakukan sosialisasi kepada para pedagang kaki lima terkait ketetapan setiap selasa wage untuk meliburkan peroperasian mulai pukul 00:00-24:00 (Sumber : Jogjaprov.go.id)

Sultan didampingi Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi dan sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah DIY dan Pemerintah Kota Yogyakarta berjalan kaki dari kantor Gubernur DIY ke arah Titik Nol Kilometer saat Malioboro bebas dari PKL.

Saat meninjau pedestrian Malioboro, Sultan HB X mengatakan bahwa pedagang kaki lima tidak dihilangkan, tetap ada karena mereka adalah bagian dari perekonomian masyarakat. Sultan juga menambahkan bahwa pada hari Selasa Wage bisa diadakan festival dari para seniman, hal ini juga bisa menjadi kekuatan baru untuk mempromosikan budaya lokal.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, Yunianto Dwi Sutono, juga berpendapat bahwa setelah aktivitas penuh satu bulan, Malioboro diibarat mesin yang perlu diistirahatkan. Ini sebagai perawatan tempat yang biasanya dipakai berjualan, untuk digosok, disemprot dan dibersihkan.

 

Pedagang kaki lima ikut serta dalam membersihkan pedestrian Malioboro (Sumber : jogja.tribunnews.com)

Akibat diberlakukannya peraturan meliburkan para PKL (Pedagang Kaki Lima) di Malioboro tersebut, secara tidak langsung hal ini menjadi pro dan kontra bagi para pengunjung. Khususnya di musim liburan, banyak pengunjung yang tidak mengerti kesepakatan yang sudah dilakukan setiap 35 hari tersebut.

Tidak dapat dipungkiri  bahwa wajah baru yang sedang dibentuk oleh pemerintah Kota Yogyakarta, perlahan disosialisasikan melalui ikon Kota Yogya yaitu Malioboro. Pengunjung pun seakan selalu dikejutkan oleh kabar baru tentang revitalisasi yang dilakukan pada pedestrian Malioboro mulai dari penataan kursi di sekitaran jalan, wifi gratis, hingga peraturan selasa wage sebagai upaya membersihkan pedestrian Malioboro setiap sebulan beroperasi.

Berbagai tanggapan dari pengunjung luar kota pun menjadi hal yang menarik terkait peraturan selasa wage, yang awalnya wisatawan kaget karena tidak adanya PKL disepanjang pedestrian Malioboro. Rosida (32), wisatawan dari Banjarbaru, Kalimantan Selatan mengatakan bahwa biasanya banyak sekali pedangang di pedestrian Malioboro, namun pada hari Selasa Wage ini bersih tidak ada PKL. Ia berpendapat bahwa sekarang Yogya mengalami banyak perubahan.

Selain itu juga ada Gusyen Helen Tolayuk (20), wisatawan dari Makasar yang ikut serta saat membersihkan pedestrian Malioboro. Ia merasa senang saat diajak ikut berpartisipasi oleh temannya yang ada di Yogyakarta. Ia berpendapat bahwa kegiatan reresik ini membuat masyarakat lebih nyaman karena sepanjang pedestrian lebih bersih dari biasanya.