Oleh: Syfa Amelia
Herni Sulistyowati, atlet kebanggan Sleman, sudah dua tahun menekuni olahraga panahan. Berawal dari atlet tenis kursi roda, kini Herni mencintai olahraga panahan dengan menunjukkan prestasi serta semangatnya yang tak pernah surut meski memiliki disabilitas pada kakinya dan bergantung pada kursi roda.
Berlatih panahan sudah menjadi rutinitas harian Herni baik ketika hendak menghadapi kompetisi atau saat senggang. Hal ini demi kebugarannya yang tetap terjaga dan kemampuannya tidak menurun. Jika sedang menghadapi kompetisi biasanya ia berlatih hampir setiap hari di lapangan. Dengan usahanya yang gigih, ia sudah mengantongi medali perak di Peparnas (Pekan Paralympic Nasional) Bandung pada bulan Oktober tahun 2016.
“Bagi saya, menjadi atlet panahan dengan kursi roda tidak lagi terasa sulit, karena saya sudah terbiasa dan sering berlatih. Terkadang terasa lelahnya karena setelah memanah saya masih harus memutar kursi roda untuk mengambil anak panah yang tertancap di papan, padahal setelah itu saya masih harus menarik busur panah lagi, sehingga kekuatan tangan saya menjadi berkurang karena tidak diistirahatkan, berbeda dengan atlet panahan biasa,” kata Herni (19/9)
Latihan rutin yang sekarang giat dilakukan Herni adalah untuk menghadapi kompetisi Pekan Paralympic Daerah (Paperda) Yogyakarta, dengan Herni menjadi kontingen dari Sleman. Acara yang dikhususkan untuk atlet-atlet penyandang disabilitas ini akan di adakan pada tanggal 14-15 Oktober di FIK UNY Karangmalang dengan 8 cabang olahraga yaitu angkat berat, bulu tangkis, voli duduk, catur, tenis meja, tenis kursi roda, panahan dan renang.
Acara Peparda Jogja tahun 2017 akan bekerja sama dengan seluruh kabupaten dan kota di Yogyakarta. Setiap kabupaten diharapkan bisa mengirimkan sekitar 30 hingga 50 total atlet beserta dengan timnya sehingga total peserta bisa mencapai 200 atau lebih.
Peparda digelar dua tahun sekali di setiap daerah tingkat provinsi. Untuk Yogyakarta, NPC menyegerakan acara Peparda di tahun 2017 agar para atlet bisa segera aktif kembali dan mengumpulkan atlet-atlet disabilitas dalam satu wadah yaitu NPC.
“Dengan adanya Peparda, saya berharap bisa menjadi wadah bagi atlet-atlet penyandang disabilitas yang tadinya belum bergabung dengan NPC menjadi tertarik dan mau bergabung bersama kami,” kata Hariyanto, Ketua NPC Yogyakarta yang sekaligus atlet tenis kursi roda (18/9).
Seperti namanya, Para artinya sejajar dan Lympic yaitu kompetisi, Paralympic sama seperti ajang kompetisi olahraga pada umumnya, hanya dalam Paralympic atlet-atlet disabilitas sangat mengandalkan bantuan alat olahraga dan kesehatan yang didukung oleh kemajuan teknologi
Melihat keadaan tersebut, tiga mahasiswa dari Jurusan Teknik Mesin UGM angkatan 2014 yaitu Levina Ariesta Mayasari, Muhammad Aulia Rahman dan Yarabisa Yanuar mencoba mengembangkan alat treadmill untuk pengguna kursi roda, yaitu Treadlers (treadmill for wheelers).
Mereka mengembangkan alat tersebut karena minimnya alat olahraga atau tempat olahraga yang secara khusus didesain untuk penyandang disabilitas. Desain Treadlers mereka sudah berhasil menjuarai kompetisi rancang bangun mesin tingkat nasional, dan telah mendapat tawaran dari perusahaan software internasional untuk diikutkan di event internasional.
Munculnya inovasi alat olahraga seperti ini di sambut hangat oleh atlet paralympic, tak terkecuali Herni yang turut senang karena akhirnya ada pihak-pihak yang mulai tergerak untuk memenuhi kebutuhan atlet paralympic yang sedikit berbeda. Menurut Herni, kendala yang ia alami selama ini biasanya antara alat yang masih jarang atau harganya yang terlalu mahal.
“Atlet disabilitas pengguna kursi roda harus bertumpu pada kekuatan otot tangan mereka agar bisa menggerakkan kursi roda dengan cepat dan lincah, sedangkan treadmills yang sudah beredar di pasaran hanya bisa melatih kekuatan otot tangan mereka. Kelebihan Treadlers, dirancang agar bisa memutar ke kanan dan ke kiri serta diatur berat bebannya, sehingga ketika bertanding atlet akan merasa lebih lincah,” tutur Levina saat menjelaskan alat rancangannya ini. (17/9)
Kelebihan lain dari Treadlers yaitu dilengkapi dengan layar kecil simulasi di lapangan, sehingga yang dirasakan atlet ketika berlatih di atas treadlers dengan di lapangan akan sama. Sistem gear juga dijalankan tanpa bantuan listrik.
Hariyanto mengatakan ketika berkompetisi di tingkat internasional, Indonesia jelas akan kalah di cabor yang membutuhkan alat seperti balap kursi roda, mengingat kualitas kursi roda yang digunakan juga berbeda. Untuk menyiasatinya, cabor yang dipilih biasanya yang tidak membutuhkan banyak alat-alat canggih seperti renang, panahan, catur, d.l.l.
Oleh karena itu, Hariyanto berharap Peparda Jogja tahun 2017 ini bisa menjadi langkah pertama atlet mempersiapkan diri sebelum maju ke tingkat nasional yaitu Peparnas yang nantinya menjadi wakil Indonesia di kancah internasional.
Hariyanto berharap ke depannya tidak hanya acara Peparda berjalan dengan lancar dan bisa menyatukan kembali atlet-atlet disabilitas satu Yogyakarta, namun juga hak-hak atlet disabilitas terus di penuhi agar semakin sejajar dengan atlet umum.
“Sekarang ini, atlet disabilitas masih memiliki ketimpangan 25 % dengan atlet umum, di mana itu sudah termasuk baik karena dua tahun yang lalu kami hanya mendapatkan 25% jika dibandingkan dengan atlet umum. Padahal, bagi kami bisa mengalahkan disabilitasnya sendiri sudah merupakan perjuangan,” kata Hariyanto (18/9)