Oleh : Kholifatus Sa’adah
Bertempat di Alun-alun Kidul Yogyakarta, Kumpul Matahari hadir setiap Sabtu sore sejak pukul 16.00 hingga 19.00 WIB mengajak anak-anak di sana untuk membaca buku. Dengan para pegiat yang membantu secara sukarela, Kumpul Matahari berharap dapat meningkatkan minat membaca anak-anak di Yogyakarta.
Berdasarkan survei the Most Littered Nation In the World pada 2016 lalu, Indonesia menempati urutan ke-60 dari 61 negara terkait dengan minat baca. Berangkat dari data tersebut, Rininanda Rizki (25), salah satu pendiri komunitas, mengatakan bahwa Kumpul Matahari hadir sebagai aksi atas kegelisahan terhadap minat baca anak-anak nusantara.
Berdiri pada 1 Juli 2018, nama “Kumpul Matahari” dipilih sesuai dengan harapan komunitas. Rinanda mengatakan bahwa matahari diperumpamakan sebagai anak-anak sasaran komunitas agar nantinya dapat menyinari sekitar dengan pengetahuan yang diperoleh dari membaca buku.
Alun-alun Kidul dipilih sebagai tempat melapak karena merupakan salah satu tempat di Yogyakarta yang banyak dikunjungi keluarga saat akhir pekan. Di sana juga terdapat pedagang yang turut serta mengajak anak mereka. “Fokus komunitas awalnya adalah anak-anak pedagang yang ikut orang tua mereka setiap sore untuk bermain, sehingga sisi belajar atau membacanya itu kurang,” ungkap Rinanda saat ditemui oleh Wargajogja.net, Sabtu (4/5) lalu.
Pada awal melapak, beberapa anak di sana terutama anak para pedagang langsung tertarik dengan Kumpul Matahari. Mereka mendekati lapak dan bertanya-tanya menunjukkan rasa antusias. Dari situlah para pegiat menjelaskan kegiatan komunitas kepada mereka. “Banyak anak yang mendekat dan bergabung kemudian menyebarkan informasi kepada anak lain. Kami juga mengajak anak-anak yang belum mendekat dengan jemput bola, agar mereka juga bergabung,” terang Rinanda.
Kumpul Matahari memiliki program tersendiri yaitu “Sehari Selembar”. Anak-anak boleh bermain jika mereka sudah membaca satu lembar, hal tersebut merupakan strategi agar mereka semangat dalam membaca, merasa tidak bosan, dan tidak dipaksakan.
“Anak-anak itu akan semangat menyelesaikan sesuatu kalau ada penghargaannya, jadi setiap minggu dari kami ada permainan seperti puzzle, mewanai, dan crafting. Ada juga permainan tradisional seperti lompat tali dan gobak sodor. Syarat untuk dapat bermain adalah anak-anak sudah membaca satu lembar terlebih dahulu,” tutur Sri Hardiyanti, salah satu pegiat komunitas Kumpul Matahari, Sabtu (4/5).
Tidak hanya permainan saja, untuk meningkatkan antusiasme anak, Kumpul Matahari juga memberikan hadiah bagi mereka yang sudah datang dan membaca buku sebanyak delapan kali. Ageng (11), salah satu anggota yang masih duduk di bangku kelas enam Sekolah Dasar, terlihat serius dengan buku yang sedang dibaca.
“Setiap Sabtu sore datang kesini untuk membaca buku Ensiklopedia Sains dan juga membaca novel anak-anak. Kemarin saya baru mendapat buku tulis dan pensil dari kakak-kakak karena sudah banyak buku yang saya baca, senang rasanya,” kata Ageng kepada Wargajogja.net, Sabtu (4/5).
Setiap minggu, Kumpul Matahari tidak hanya kedatangan anggota tetap saja, mereka para pengunjung Alun-alun Kidul yang awalnya hanya mengikuti orang tua untuk bermain juga tak jarang ikut bergabung, mulai dari anak kelas satu Sekolah Dasar hingga anak kelas tiga Sekolah Menengah Pertama. Ketersediaan buku yang sebagian besar adalah donasi dari pegiat komunitas menjadi kendala ketika banyak anak yang datang untuk membaca, terlebih bagi anggota yang rajin membaca, keberagaman buku sangat diperlukan. Sejauh ini belum banyak yang memberikan donasi selain dari para pegiat komunitas itu sendiri.
“Sebagian besar buku berasal dari donasi pengurus komunitas. Belum lama ini kami mendapat buku seri Komisi Pemberantasan Korupsi dari Radio Istakalista yang pernah mengundang kami untuk on air. Kami sangat terbuka bagi siapa saja yang akan memberikan donasi buku,” pungkas Sri. (*)