Kegiatan Perpustakaan Burung Biru di Sekretariat Sementara Museum Kolong Tangga (Sumber: Dokumentasi Pribadi Sekretariat Museum)
Oleh: Anindya Ayu Krisherwina
Anak-anak tampak tepat waktu datang ke sekretariat sementara Museum Kolong Tangga di Jalan Tirtodipuran Nomor 26, Yogyakarta pada Sabtu (26/10) sore. Mereka tampak antusias mengikuti arahan relawan yang mendampingi mereka memberi makan kucing jalanan.
Rutin dilaksanakan setiap Sabtu sore, Perpustakaan Burung Biru mengajak anak-anak untuk belajar dari buku, video, dan sumber lain. Tidak hanya membaca, anak-anak diajak untuk menulis, menggambar, bercerita, menonton video, diskusi, bersenandung, dan bermain peran. Kegiatan ini juga menarik munculnya kreativitas anak-anak supaya lebih mengenal hal-hal yang belum mereka ketahui sebelumnya.
Perpustakaan Burung Biru ini muncul dari adanya keresahan Rudi Corens, kurator Museum Kolong Tangga asal Belgia yang berkecimpung di dunia pendidikan dan anak-anak di Indonesia sejak era 80-an. Rudi mendapati pendidikan anak secara formal hanya dituntut untuk mendengarkan guru sehingga membatasi kreativitas anak-anak. Aktivitas pendidikan di Yogyakarta yang menjemukan membuat anak-anak tidak dapat mengekspresikan ide mereka, dan tidak memiliki kepercayaan diri untuk berkreasi Kegiatan belajar mengajar di sekolah pada umumnya telah memiliki pola yang menyebabkan kurangnya interaksi antar anak-anak.
Sejak Juli 2017, Museum Kolong Tangga menempati sekretariat sementara di Jalan Tirtodipuran Nomor 26, Yogyakarta sehingga kegiatan Perpus Bubi pun berlangsung di sana. Museum Kolong Tangga yang sebelumnya berada di Taman Budaya Yogyakarta dipindahkan karena kolong tangga gedung tersebut tiba-tiba direnovasi pada 3 Juli 2017 dan menyatakan bahwa Museum Kolong Tangga tidak dapat menempati tempat tersebut setelah renovasi. Saat ini, Museum Kolong Tangga yang menaungi kegiatan Perpus Bubi mendapatkan pendanaan dari fundraising.
Literasi di luar aktivitas sekolah sehari-hari menjadi hal yang cukup asing untuk anak-anak. Oleh karena itu, Rudi dibantu oleh relawan Museum Kolong Tangga menyusun tema-tema yang menarik setiap bulannya untuk kegiatan Perpus Bubi supaya selalu baru dan menarik untuk anak-anak. Beberapa tema menarik di antaranya hewan kesayangan, pasar, dan angkasa.
Tema-tema Perpus Bubi mengajak anak-anak untuk terus melakukan hal baru seperti tur ke Pasar Prawirotaman, kreasi lagu tentang satwa, hingga mengedukasi anak-anak tentang hal yang harus dilakukan ketika terjadi bencana. Uniknya, ada pula Bubi Terbang, kegiatan Perpus Bubi yang dilangsungkan di tempat umum untuk menarik anak-anak Yogyakarta lainnya supaya dapat bergabung dengan aktivitas ini.
Anak-anak diajak berkreasi menulis lagu (Sumber: Dokumentasi Pribadi Sekretariat Museum)
“Mainannya banyak! Sering main bentengan dan baca Donal Bebek. Teman di museum banyak banget! Kakaknya di museum juga baik,” kata Shafa, salah satu anak yang aktif bergabung di kegiatan ini.
Anak-anak menjadi sasaran utama Perpus Bubi, khususnya di sekitar ruang perpustakaan Museum Kolong Tangga. Menariknya, relawan akan menjemput anak-anak di rumah masing-masing dan menanyakan kabar mereka kepada orang tua apabila anak-anak tak hadir ke Perpus Bubi. Sementara itu, para orang tua juga sangat antusias mengantarkan anak-anaknya untuk mengikuti Perpus Bubi.
Ibu Yuli, salah satu orangtua dari anak-anak yang tergabung di Perpustakaan Burung Biru mengungkapkan, perlunya promosi supaya anak-anak antusias mengikuti kegiatan. “Kegiatannya seneng ya. Cuma perlu promosi supaya anak yang biasanya dateng tetap datang terus,” kata Ibu Yuli.
Selain pendidikan melalui Perpus Bubi, Museum Pendidikan dan Mainan Kolong Tangga juga mengajak anak-anak belajar mengenal koleksi mainan dan permainan anak tempo dulu yang mulai tergusur oleh teknologi. Kesepakatan dilakukan dengan anak-anak dan orangtua untuk tidak menggunakan gadget dan tidak mendokumentasikan anak-anak dari dekat. Kesepakatan tersebut dilakukan supaya interaksi anak-anak dengan teman dan relawan tidak terganggu.
“Di era digital seperti saat ini, anak-anak terbiasa bermain games di gadget, tidak ada interaksi langsungnya. Museum Pendidikan dan Mainan Kolong Tangga ingin mengajak anak-anak untuk mengenal kembali mainan yang ada di Indonesia dan mancanegara. Mengenal dan memahami fungsi dan nilai-nilai edukasi di dalamnya. Lalu, mengajak mereka berinteraksi langsung, berani berpendapat, bertanya, mengungkapkan ide-ide dan lebih ekspresif,” ungkap Echa, salah satu relawan di museum ini.
Kantor Sekretariat Sementara Museum (Anindya Ayu) (4/11)
Meskipun berjalan rutin, Perpus Bubi memiliki kendala karena gedung Museum Pendidikan dan Mainan Kolong Tangga ditutup sejak 4 Juli 2017. Namun begitu, beberapa kegiatan selain Perpus Bubi masih berjalan meskipun tidak segencar dulu. Saat ini, sekretariat sementara ada di Jalan Tirtodipuran Nomor 26, Yogyakarta. Kegiatan museum pun kini lebih banyak dilakukan di tempat tersebut.
Akun Instagram @doldolanan (Anindya Ayu) (4/11)
Untuk sementara, koleksi museum berupa mainan, permainan, dan segala yang berhubungan dengan dunia anak tempo dulu, masih digudangkan. Museum ini masih berharap ada donatur atau pihak-pihak yang mau membantu mendapatkan gedung untuk museum. Para relawan pun tak tinggal diam, mereka menggalang bantuan dana di platform online fundraising seperti Kitabisa.com, Benihbaik, menjual merchandise di akun Instagram @doldolanan, dan lainnya.
Kondisi Koleksi Museum yang Berjumlah sekitar 18.000 dalam Gudang (Anindya Ayu) (4/11)
“Untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah, kami terbentur oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 66 Tahun 2015, tentang Museum Pasal 3 Ayat 2 Poin c mengenai syarat museum yang harus memiliki lokasi atau bangunan. Sedangkan kami masih sedang memperjuangkan gedung untuk museum. Sehingga menurut dinas-dinas terkait, Kolong Tangga belum bisa disebut sebagai museum,” ungkap Agatha, sekretaris sekaligus relawan ketika ditemui di sekretariat sementara (4/11).
Kendala tersebut tidak menyurutkan semangat relawan untuk terus meliterasi anak-anak dengan cara kreatif. Kegiatan Perpus Bubi terus aktif berjalan dan mendapat berbagai respon positif. Agatha mengungkapkan bahwa kegiatan museum akan terus berjalan untuk memberikan pendidikan alternatif bagi anak-anak sebagai visi utama mereka.