Oleh: Tri Yuliyanti
Mila Art Dance School merupakan lembaga kursus tari yang pertama kali didirikan di Yogyakarta dengan berbagai macam genre. Dipimpin oleh Mila Rosinta Totoatmojo (30), Mila Art Dance School menyediakan genre tarian tradisi, modern dan kontemporer.
Nayla, salah satu siswa, mengatakan MAD School sangat membantu dirinya mengembangkan bakatnya dalam tari hip-hop. “Aku bangga bisa lolos audisi yang dilakukan MAD School untuk menjadi penari dalam film DoReMi&You,” kata Nayla (13).
Pada awal semester pembukaan Mila Art Dance School, ternyata tidak banyak dijumpai para generasi muda yang mau mempelajari tarian tradisional. Tarian tradisional dianggap susah bagi generasi muda dan mereka lebih tertarik dengan tarian asing. “Seiring berjalannya waktu, Mila punya kiat untuk mengatasi ketidaktertarikan anak-anak belajar tari tradisional. Mila kasih kelas modern yang generasi muda inginkan, setelah mereka mengenal tarian tersebut, sedikit demi sedikit Mila giring anak-anak agar mau belajar tari tradisional, walaupun memang belajar tari tradisional susah,” kata wakil pimpinan MAD School, sekaligus Ibu dari Mila Rosinta.
MAD School menyediakan beragam genre, inilah yang membedakan antara sanggar atau tempat kursus lain. Dalam pengelompokannya, MAD School membaginya secara mayor, yakni Technique Class dan Fun Class. Dalam Technique Class ada berbagai jenis yakni, tari Yogyakarta, tari Bali, tari Sunda, tari Sumatera, tari Betawi, tari kreasi MAD, salsa, bachata ladies styling, hip-hop, ballet, modern bollywood, olah tubuh, lady style, traditional contemporary, lyricial contemporary, dan contemporary dance. Sedangkan pada Fun Class, disediakan tari kreasi anak, line dance, urban choreography, belly dance, k-pop, zumba dan yoga.
Setiap kelas yang ditawarkan memiliki keunikan masing-masing. Di dalam Fun Class tidak ada tekanan dalam memberikan materi kepada siswa. Di kelas tersebut, suasana fun wajib diciptakan oleh teacher.
“Fun Class lebih memiliki tantangan dalam mengajar. Tantangannya adalah bagaimana mengajar di dalam kelas dengan suasana fun tentunya, enjoy. Bukan menomorduakan teknik, tapi memang dituntut untuk belajar dengan senang dahulu, sesuai dengan namanya,” kata Dewi Sinta, selaku guru MAD School.
Berbeda dengan Fun Class, dalam Technique Class hal yang paling diutamakan adalah teknik tarian. “Semua teknik dalam tarian harus benar terlebih dahulu. Misalnya aja kelas olah tubuh, kalau salah tekniknya bisa membuat siswa cedera, seperti keseleo,” kata Dewi Sinta.
MAD School juga memiliki beberapa kegiatan yang menarik, salah satunya adalah Metamorfosa. Metamorfosa adalah showcase atau ujian tari para siswa dengan menampilkan hasil belajar selama satu semester dan diadakan di pusat berbelanjaan (mall) yang ada di Yogyakarta. Selain itu, ada pula festival Tinta Tari dengan mengundang penari profesional sebagai pengisi acara dan mengadakan workshop setiap satu bulan sekali yang dibuka untuk umum.
“Saya sangat setuju dengan adanya sekolah tari MAD yang didirikan oleh lembaga swasta untuk membantu pemerintah Indonesia ini. Indonesia adalah negara multikultural, sehingga sangat perlu sekolah tari yang berbasis multikultural agar tidak ada pandangan bahwa budaya suatu daerah lebih agung dari budaya lain,” kata Timbul Haryono, selaku ketua- pengelola Program Studi Pengkajian Seni Petunjukan dan Seni Rupa, Pascasarjana UGM.
“Dengan adanya pandangan tersebut, maka akan mempertebal rasa kebersamaan dan kesatuan, sehingga tumbuhlah rasa saling menghormati dan menghargai antar etnis. Diajarkan pula tari kreasi baru agar generasi muda tahu bahwa seni itu memang mengikuti perkembangan zaman,” kata Timbul Haryono.