ArtJog 2018, Lebih dari Sekadar Pasar Seni

 

Salah satu karya yang dipamerkan di ArtJog 2018, berjudul Sea Remembers karya Mulyana.

Oleh: Nur Syafira Ramadhanti

Menjelang berakhirnya gelaran ArtJog 2018 pada 4 Juni 2018, pengunjung terus berdatangan memadati gedung Jogja National Museum, tempat digelarnya acara tersebut. Pengunjung tidak hanya memadati gedung utama, tapi juga panggung pertunjukan dan stan suvenir.

Tahun ini menjadi tahun ke-11 diadakannya ArtJog. Buka mulai pukul 10.00 sampai 22.00 WIB, pengunjung cukup membayar Rp 50 ribu sebagai biaya masuk. Tidak hanya memamerkan dan menjual karya seni berupa lukisan, instalasi, dan patung, ArtJog juga menggelar pertunjukan seni setiap harinya.

Total ada 54 seniman dengan lebih dari 150 karya yang dihadirkan. Dimulai sejak 4 Mei, tahun ini ArtJog mengambil pencerahan atau enlightenment sebagai tema utama. Amelberga Astri, Media dan Publikasi ArtJog 2018, mengatakan ArtJog mengalami peningkatan pengunjung daripada tahun sebelumnya.

“Target pengunjung tiap tahun harus lebih tinggi dari sebelumnya, tapi kami tidak mematok angka tertentu. Tahun ini pengunjung rata-rata sekitar 1.500-an setiap harinya, lebih banyak dari tahun lalu,” jelas Amelberga. Pengunjung ArtJog 2018 didominasi usia muda, berkisar antara 16 sampai 25 tahun.

Salah satu karya unik yang mencuri perhatian di ArtJog 2018 adalah Binds & Blinds karya Mella Jaarsma. Karya ini tercipta dari 650 foto selfie pusar yang dikirimkan orang-orang di seluruh Indonesia melalui media sosial dan mitra media. Mella membuat karya ini untuk merefleksikan keprihatinannya terhadap penerapan intoleransi, terutama penerapan nilai-nilai moral pada orang lain.

Menurut Mella, moralitas mampu mengikat (bind), sekaligus membutakan (blind). Melalui karya ini ia menegaskan, kita butuh melihat ke dalam diri atau “mengamati pusar”, agar mampu menempatkan diri kita pada tempatnya dan menggunakan akal sehat kita.

Binds & Blinds karya Mella Jaarsma mengajak pengunjung ikut memamerkan pusarnya. (Foto:Bambang Muryanto/The Jakarta Post)

Tidak hanya berfungsi sebagai pameran karya seni milik seniman terpilih, ArtJog 2018 juga merupakan pasar seni. Siapa pun yang tertarik dapat membeli karya yang ada di ArtJog 2018.

“Biasanya yang berminat langsung menghubungi pihak ArtJog dan langsung diproses,” kata Amelberga. Perihal jumlah karya yang terjual ia mengatakan belum bisa didapatkan data yang pasti karena proses pembelian masih berjalan.

Mengenai sistem jual-beli Amelberga menyamakannya dengan Art Fair. “Ya seperti Art Fair pada umumnya. Bedanya di ArtJog publik langsung ketemu karya dan senimannya,” katanya. Pembeli tidak berhenti pada kolektor saja namun juga galeri dan museum. Pada ArtJog tahun lalu salah satu karya berjudul Changing Perspective dibeli oleh Museum Privat Tumurun dan sampai saat ini dipamerkan di museum tersebut. Meskipun selera masyarakat terus berubah, tidak ada spesifikasi karya yang paling diminati atau paling banyak terjual.

Seorang pengunjung sedang menikmati karya Patricia Untario berjudul Night with Frank L. Wright yang terbuat dari kaca patri.

ArtJog dapat dikatakan sebagai pameran seni yang ramah anak. Banyak komunitas maupun instansi untuk anak yang melakukan tur di ArtJog. Ini merupakan aksi nyata ArtJog yang turut mengenalkan seni sejak dini pada anak, karena panitia menyadari pentingnya bentuk edukasi publik sejak dini.

Pengamanan karya bagi anak kecil tidak terlalu berbeda dengan orang dewasa. Anak kecil yang datang pasti didampingi pembimbing atau wali, penekanan untuk mematuhi aturan dan turut menjaga karya ditekankan pada pembimbing.

Salah satu pengunjung yang membawa anak ke ArtJog adalah Nita. “(ArtJog) ramah anak, tadi hanya oleh panitia dipesan supaya (anak) jangan terlalu dekat (dengan karya),” katanya. Ia mengaku tidak memiliki tujuan khusus membawa anaknya ke ArtJog 2018. “Tadi anak yang minta ikut. Ya hanya ikut-ikut saja,” katanya.

Healing Garden (Bloom) karya Hiromi Tango yang menarik perhatian anak kecil karena luas dan penuh warna.

Lain lagi dengan Elis, ketertarikannya pada karya seni membuatnya rela datang dari Semarang untuk mengunjungi ArtJog 2018. “Saya tahu ArtJog dari awal kuliah, sekitar 2 tahun lalu tapi baru bisa mengunjungi tahun ini,” katanya. Menurutnya karya-karya yang dipamerkan di ArtJog 2018 penuh dengan pesan moral dan kritik sosial. Ia berencana datang kembali pada ArtJog tahun depan.

Tahun ini ArtJog akan menutup rangkaian acaranya dengan penampilan dari penyanyi populer Tulus dan Stars and Rabbit.