German Cinema 2018: Mengeksplorasi Jerman Lewat Layar Perak

Suasana ruang ekshibisi sebelum sesi pemutaran film Aus dem Nichts di German Cinema 2018. (20/10)

Oleh: Adelia Rahma S.

Bertempat di Empire XXI Yogyakarta, German Cinema tahun ini kembali digelar pada 19-21 Oktober. Festival yang menampilkan film-film kontemporer produksi Jerman tersebut diselenggarakan oleh Goethe-Institut dengan dukungan dari Kementerian Luar Negeri Jerman.

German Cinema 2018 di Yogyakarta menyuguhkan total sebanyak tujuh film, meliputi Aus dem Nichts, Königin von Niendorf, Wildes Herz, Western, Sommerhäuser, Happy, serta Willkommen bei den Hartmanns. Film-film tersebut telah meraih banyak penghargaan dan tampil di berbagai festival film internasional.

Pada hari pembukan (19/10), Heinrich Blömeke—Direktur Regional Goethe-Institut untuk wilayah Asia Tenggara—menjelaskan bahwa tahun lalu, banyak penonton mengkritisi programming German Cinema yang dinilai terlalu serius. Panitia festival tahun ini berusaha menindaklanjuti hal tersebut dengan memilih film-film yang tak hanya substantif, namun juga menghibur dan dapat dinikmati oleh penonton.

Salah satu momen penting German Cinema 2018 berlangsung pada hari kedua penyelenggaraan festival (20/10), kala pemutaran film Aus dem Nichts. Film peraih Golden Globe 2017 tersebut mengisahkan perjuangan seorang wanita dalam mencari keadilan setelah keluarganya menjadi korban gerakan Neo Nazi di Jerman. Usai kredit penutup film bergulir, riuh tepuk tangan penonton memenuhi ruang studio.

Penonton German Cinema 2018 mengantre untuk memasuki ruang pemutaran film pada hari pertama festival. (19/10)

Goethe-Institut menghelat German Cinema dengan tujuan utama untuk mengenalkan ragam film kontemporer Jerman pada audiens Indonesia. Sebagai standar kurasi, mereka berupaya untuk menampilkan film-film yang berkualitas baik secara artistik, menggugah, dan dapat memberi hiburan positif.

Christina Schott, Representasi Goethe-Institut untuk wilayah Yogyakarta, mengafirmasi bahwa esensi dari German Cinema adalah diplomasi budaya. Bentuk diplomasi tersebut menggunakan produk budaya seperti film untuk menjalin relasi dengan negara lain.

“Diplomasi seperti ini juga dilakukan oleh beberapa institusi budaya di negara lain,” kata Christina.

Tahun 2018 menjadi kali keenam pelaksanaan German Cinema sejak pertama digelar di Indonesia pada 2012.

German Cinema 2018 tidak mengusung tema tertentu secara spesifik. Meskipun demikian, film-film yang ditampilkan tahun ini banyak menyorot isu-isu politis yang sedang hangat di Jerman.

“Banyak film di German Cinema tahun ini yang mengangkat tema imigran, yang datang secara massal ke Jerman dan juga migrasi orang Jerman ke luar negeri. Ada pula film dengan tema kesetaraan gender dan hubungan keluarga,” kata Christina.

Antrean panjang penonton German Cinema 2018 untuk mendapatkan tiket di hari kedua festival. (20/10)

German Cinema terbuka untuk umum. Setiap harinya, sebanyak dua hingga tiga film ditayangkan secara berturut-turut mulai dari pukul 15.00 hingga petang.

Tiket festival ini tersedia secara gratis dan dapat diambil langsung di lokasi acara sejak satu jam sebelum sesi pemutaran film.

Tercatat dalam tiga hari penyelengaraannya, German Cinema 2018 di Yogyakarta dihadiri oleh lebih dari 1.300 orang. Para penonton yang didominasi kelompok usia muda tersebut menganggap German Cinema sebagai agenda yang menarik dan bermanfaat untuk menghabiskan waktu akhir pekan mereka.

“Ini pengalaman pertamaku datang ke festival film. Menurutku, festival ini cukup efektif untuk lebih mengenalkan Jerman pada masyarakat luas,” kata Rika Graciela, salah satu penonton German Cinema.

Sejumlah gambar tangkapan layar yang menunjukkan antusiasme penonton German Cinema dalam unggahan di media sosial mereka.

Penonton lain German Cinema, Ruhol Raffen mengaku banyak mendapat wawasan baru tentang negara Jerman dari film-film yang ia saksikan dalam festival itu.

“Acara ini menarik dan bermanfaat sekali, menurutku. Aku baru tahu ternyata masyarakat Jerman juga punya sisi-sisi kehidupan yang tak jauh berbeda dengan Indonesia,” kata Ruhol.

German Cinema di Yogyakarta sekaligus menjadi pemungkas dari rangkaian German Cinema 2018 yang telah diselenggarakan sejak awal Oktober lalu di lima kota lain, yakni Jakarta, Denpasar, Bandung, Makassar, dan Surabaya.