Oleh: Tri Yuliyanti
Semangat melestarikan budaya serta belajar menari ditunjukkan oleh anak-anak Sanggar Kusuma Indria di Jalan Tri Margo No. 10 Karangwaru, Tegalrejo. Sejak 1991, Sanggar Kusuma Indria yang dulu bernama Sanggar Langen Indria, telah berkiprah menanamkan seni pada anak-anak berusia tiga tahun hingga SMP di Yogyakarta. Tak hanya tari, sanggar tersebut juga mengajarkan dan mementaskan wayang bocah .
Salah satu fokus Kusuma Indria ialah wayang bocah, personifikasi wayang kulit dalam bentuk anak-anak. “Wayang adalah tontonan sekaligus tuntunan. Segala sesuatu yang ada di dalamnya memiliki maksud untuk menuntun. Dengan diajarkannya wayang bocah kepada anak-anak akan membentuk karakter pribadi anak. Karena dalam wayang, bagaimana kita bersikap kepada orang tua, teman, dan siapa saja diajarkan,” tutur Bekti Budi Hastuti, ST, MSn, mantan Dosen ISI Yogyakarta yang kerap disapa dengan Eyang Tuti Hoho.
Sanggar Kusuma Indria memiliki beberapa tahapan dalam mengajari anak-anak ketika berlatih seni tari dan wayang bocah. Diawali dengan penjelasan cerita yang hendak dimainkan. Pada tahap tersebut pelatih menjelaskan isi cerita kepada anak-anak dengan bahasa yang mudah dipahami. Tahap selanjutnya adalah reading, dalam tahap ini masing-masing peran akan dijelaskan seperti apa suara tokoh tersebut. Kemudian setelah seluruh tahap selesai, anak-anak diarahkan untuk praktik berperan dan menari secara langsung di bawah bimbingan pelatih.
Selain berfokus di kesenian wayang bocah, Kusuma Indria juga mempelajari tarian-tarian gaya Surakarta dan juga tari kreasi. Tarian-tariannya adalah Tari Golek, Kusuma Wicitra, Klana Topeng, Beksan Yoyo, Merak, Nini Thowok, Sampur Kuning, Among Siwi, dan masih banyak lagi.
Selain deretan prestasi di level nasional, jadwal manggung wayang bocah Kusuma Indria juga relatif padat. Baru-baru ini, Kusuma Indria pernah menampilkan tari Among Siwi di Dies Natalis UGM ke- 69 pada tahun 2018.
Daniel Alkam, orang tua dari anggota Kusuma Indria, Maura dan Raisya, menuturkan bahwa berlatih tari dan wayang membutuhkan dukungan penuh orang tua dan pelatih agar anak berkomitmen dalam berlatih. “Dengan ikut menari dan berperan dalam wayang bocah, anak menjadi tanggung jawab karena harus menghafalkan gerakan, memakai kostum, merapikan kostum setelah selesai digunakan. Dengan teman-temannya mereka juga harus saling bertoleransi,” ungkap Daniel. Kedua putrinya, Maura dan Raisya, tak hanya pintar menari dengan gemulai, melainkan juga fasih bercanda, lebih percaya diri, dan berkomunikasi dengan sopan serta bertatakrama.