Pameran Seni Kolosal Nasirun, Tiga Penghargaan MURI

Pagupon (rumah merpati) sebanyak 113 buah disusun menyerupai Candi Borobudur dengan tinggi 7 meter karya Nasirun menjadi pusat perhatian pameran di bagian dalam gedung Sportorium UMY
Pagupon (rumah merpati) sebanyak 113 buah disusun menyerupai Candi Borobudur dengan tinggi 7 meter menjadi pusat perhatian di  gedung Sportorium UMY.

oleh Lingga Pangesti

Minggu (29/5), pameran tunggal oleh pelukis kontemporer Nasirun dibuka di pelataran Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Pameran yang berlangsung sampai 2 Juni ini menampilkan sejumlah pencapaian terbaru Nasirun, antara lain lukisan pada berbagai medium yang tidak lazim, karya instalasi tiga dimensi berupa pagupon yang dibentuk menyerupai Candi Borobudur, dan berbagai bentuk kriya kayu.

Suwarno Wisetrotomo, kurator pameran, dalam sambutannya mengatakan, tajuk pameran “Run: Embracing Diversity” dapat dimaknai sebagai dua hal. Yang pertama yaitu “Run” yang merupakan panggilan karib sang seniman dan “Run” yang merupakan bahasa Inggris dari kata “lari”, menanakan bahwa Nasirun tidak pernah berjalan pelan namun berlari. “Berlari meraih semua yang ia inginkan melalui penciptaan karya seni rupa,” kata Suwarno.

Ini merupakan pameran dalam skala kolosal dilihat dari jumlah dan jenis karya yang ditampilkan, serta ruang yang digunakan. Suwarno menilai belum pernah ada pameran tunggal oleh perupa di Indonesia maupun di dunia dengan materi seluas dan sebesar pameran ini.

Untuk itu, Nasirun memperoleh tiga penghargaan dari Museum Rekor Dunia-Indonesia (MURI). Nasirun dinobatkan sebagai pelukis dengan media mobil terbanyak, media pagupon yang disusun berbentuk miniatur Candi Borobudur terbanyak, dan lukisan pada meja kayu utuh terbanyak.

Lebih dari 200 karya seni dengan medium berbagai macam dipamerkan. Yang dipamerkan antara lain 8 motor Harley Davidson dari kayu, 24 mobil mewah yang dilukis, dua gerobak sapi disertai puluhan patung tentara Cina berwajah Nasirun dan 113 instalasi pagupon atau rumah merpati setinggi 7 meter dan lebar 4 meter dibentuk menyerupai bentuk Candi Borobudur disertai miniatur patung sang Buddha pada setiap pagupon.

Karya-karya Nasirun yang memenuhi seluruh ruang baik dalam maupun luar gedung Sportorium UMY menunjukkan totalitas bakti yoga Nasirun pada kesenian. “Perhelatan pameran ini menjadi salah satu upaya pengukuhan kerja estetika Nasirun dalam pencarian makna dengan baik,” kata Kuss Indarto selaku co-kurator.

Nasirun sendiri berharap pameran tunggalnya kali ini mampu menjadi sebuah wadah penting untuk berbagi pengalaman dan berproses, dalam menjadi seniman maupun manusia seutuhnya.

Karya-karya pria kelahiran Cilacap pada 1 Oktober 1965 ini telah dipamerkan dari skala terkecil seperti pameran tujuhbelasan pada sebuah kampung sampai mancanegara seperti pagelaran seni di Hongkong, London, Prancis, Beijing, Singapura, dan Austria. Ia juga pernah berpameran tunggal di galeri prestisius bernama Galeri Mizuma di Kyoto, Jepang pada 2014.

Pameran tunggalnya yang bertajuk “Run: Embracing Diversity” pada tahun ini menjadi sebuah perayaan atas semua pencapaian yang telah diraihnya dan juga untuk merayakan persahabatannya dengan Agung Tobing selama dua puluh tahun.

Khalayak yang berdatangan dari berbagai macam latar belakang yang memenuhi gedung Sportorium UMY dibuat kagum oleh karya seni ciptaan Nasirun. Bagas (20), seorang mahasiswa UMY yang terbilang awam mengenai kesenian, sangat terpukau oleh karya-karya yang ada. “Gila aja mobil dilukis. Bukan satu, tapi banyak. Karya ini yang paling saya suka,” kata Bagas.

Suci (30) seorang lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) melihat karya-karya Nasirun sangatlah unik. “Dari cara mewarnainya bisa dilihat Nasirun bisa mengombinasikan setiap warna menjadi warna lain dengan bagus. Nggak cuma pakai warna-warna primer. Dari goresan-goresannya pun kelihatan bahwa dia paham teknik-teknik seni dengan sangat baik,” katanya.

Nasirun merupakan alumni ISI di Jurusan Seni Lukis. Namanya sangat diperhitungkan pada tingkat nasional sampai internasional sebagai seorang pelukis kontemporer. Seni rupa Jawa klasik sangat melekat pada karya-karyanya. Karya Nasirun identik dengan dunia wayang yang diubah sedemikian rupa menurut versinya.

Sebagai seorang seniman, Nasirun pernah mendapat penghargaan Philip Morris Award pada 1997. Ia juga aktif tiap tahun mengikuti pameran. Tawaran pameran seakan tidak ada habisnya diterima oleh Nasirun. Ia pun mengaku sulit untuk menolak ajakan berpameran. Pada 2014 ia mengikuti pameran kolektif sebanyak 9 kali, pada 2015 karya-karyanya terdistribusi dalam 19 pameran kolektif, dan pada 2016 ini (di luar pameran tunggal) ia mengikuti sekitar 12 pameran.

Perjalanan Nasirun menuju posisinya saat ini memang patut dirayakan. Pasalnya jika menilik sejarah Nasirun ke belakang, tidaklah mudah bagi dirinya untuk mewujudkan cita-cita dan minatnya menggambar sejak kecil. Ia dan temannya, Slamet Riyadi, setelah lulus SMP dengan nekat dan tekad yang bulat mendatangi Yogyakarta untuk bersekolah seni menggambar tanpa tahu pastinya di mana dan bagaimana. Masalah ekonomi pun menjadi salah satu rintangan bagi keluarga Nasirun yang sangat sederhana. Sehingga mereka harus menjual jendela dan pintu untuk membiayai Nasirun sekolah di Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) yang dahulu berada di daerah Karangmalang.