Pendidikan Tari YSAB: Tiga Dekade Mengayomi Tari Klasik Gaya Yogyakarta

Sebanyak 23 peserta didik Pendidikan Tari YSAB sedang dibariskan di atas panggung untuk kemudian melakoni prosesi wisuda (31/8). (Foto oleh Abyzan Syahadin)

Oleh: Abyzan Syahadin B.D.

Meski telah berusia lebih dari tiga dekade, Pendidikan Tari Yayasan Siswa Among Beksa (YSAB) tidak surut dalam mengajarkan dan melestarikan tari klasik gaya Yogyakarta. Belum lama ini, YSAB mewisuda 23 peserta didiknya yang mayoritas berusia 18-25 tahun.

Wisuda tersebut (31/8) juga mementaskan lima ragam tarian dengan penari yang tersebar ke dalam empat tingkatan kelas, yang dua di antara mereka berprofesi sebagai dokter muda. Dengan pelepasan 23 wisudawan dan wisudawati tersebut, sanggar ini masih membina 80 peserta yang akan terus diberi pengajaran dan diberdayakan.

“Pencapaian terbesar saya setelah bergabung di sanggar YSAB adalah menjadi kontingen penari dalam promosi budaya yang merupakan agenda KBRI Santiago bekerja sama dengan UMY pada 27 Agustus s/d 3 September 2017. Saya diminta oleh kampus saya, UMY, untuk menjadi satu dari empat kontingen penari yang harus mementaskan tari kreasi baru ciptaan mahasiswa ISI Yogyakarta,” kata Inggar Bagus Wibisana (23), salah satu peserta wisuda.

Inggar Bagus Wibisana sedang mementaskan Tari Klana Alus pada acara Wisuda Pendidikan Tari YSAB (31/8). Inggar merupakan satu dari dua wisudawan terbaik yang diberi kehormatan oleh sanggar untuk mementaskan tarian pada wisuda kali ini. (Foto oleh Abyzan Syahadin)

Inggar Bagus Wibisana merupakan salah seorang wisudawan yang juga berprofesi sebagai dokter muda. Ia telah bergabung di sanggar ini sejak awal 2015. Saat ini, selain sedang fokus melakoni ko-asistensi yang menjadi kewajibannya sebagai dokter muda, Inggar juga masih aktif terlibat dalam beberapa pementasan yang digelar oleh sanggar. “Setelah selesai ko-asistensi nanti, saya berharap dapat mengaplikasikan tarian sebagai metode medical therapy,” kata Inggar.

“Terhitung sejak 2012 hingga akhir Agustus 2019 kemarin, kami mencatat ada sebanyak 4.000-an anak didik, baik siswa aktif maupun non aktif. Per angkatan kami alokasikan kuota 40 sampai 50 siswa,” kata Dandun, Sekretaris Pendidikan Tari YSAB ketika ditemui saat acara makan malam rutin (2/9) di nDalem Kaneman, Jalan Kadipaten Kidul 44 Yogyakarta, yang merupakan rumah sanggar YSAB.

Sanggar ini menerapkan sistem semester dan tingkatan kelas layaknya sekolah pada umumnya dalam memberi pendidikan tari. Setiap siswa reguler wajib menempuh satu semester untuk mempelajari satu materi tarian. Total ada empat tingkatan kelas yang terbagi ke dalam delapan semester yang harus ditempuh oleh siswa untuk sampai ke tahap kelulusan.

Keempat tingkatan tersebut terdiri dari kelas dasar, kelas purwa, kelas madya, dan kelas utama di mana total waktu untuk menyelesaikan empat tingkatan tersebut adalah 2,5 tahun. Setelah dinyatakan lulus, para siswa masih harus menjalani ujian tari negara yang diadakan secara tentatif oleh sanggar. Barulah ketika para peserta didik lolos ujian tari, sanggar akan mewisuda mereka dan mengukuhkan gelar Penari Yayasan Siswa Among Beksa kepada mereka.

Pementasan sendratari “Rama dan Sinta: Penculikan Sinta” dalam gelaran makan malam rutin yang diadakan oleh nDalem Kaneman sebagai salah satu wahana wisata budaya di Yogyakarta. Pementasan seperti ini tak jarang juga melibatkan para alumni sanggar (2/9). (Foto oleh Abyzan Syahadin)

Pendidikan Tari YSAB juga rutin melibatkan peserta didiknya ke dalam beberapa pementasan internal maupun eksternal.  “Beberapa agenda pementasan seperti agenda makan malam rutin dan wisuda siswa tari. Selain itu, kami juga kerja sama dengan Hamzah Batik, Restoran Six Senses, dan Bangsal Sri Manganti untuk mengisi pementasan rutin di sana. Tentunya, ada kualifikasi tersendiri bagi siswa yang berhak untuk dilibatkan dalam pentas eksternal. Mereka minimal harus sudah kelas madya,” kata Dandun.

Acun (kiri) dan Dandun (kanan) saat ditemui di sela-sela program makan malam yang rutin digelar oleh nDalem Kaneman (2/9). Keduanya merupakan pengurus inti sanggar yang tergolong masih muda, yaitu berusia tidak lebih dari 40 tahun. (Foto oleh Abyzan Syahadin)

Ditemui di kesempatan yang sama, Acun selaku Kepala Sekolah Pendidikan Tari YSAB, mengatakan bahwa menjaga hubungan baik dengan alumni juga menjadi bentuk konsistensi sanggar dalam menjaga kelestarian tari tradisional, terutama tari klasik gaya Yogyakarta.

“Alumni masih kami beri tempat di yayasan. Kami persilakan alumni yang masih ingin belajar untuk datang Rabu malam jam 19.30, karena Senin sampai Jumat sore waktu latihan untuk siswa reguler,” kata Acun.

Wisudawan dan wisudawati berfoto bersama petinggi Yayasan Siswa Among Beksa dan tamu undangan pasca prosesi pengukuhan gelar Penari Pendidikan Tari YSAB yang baru saja mereka jalani (31/8). (Sumber foto: Instagram @ysab_officialgram)

Sanggar YSAB juga membantu alumni yang ingin membuat tari kreasi baru, asalkan tarian itu pakem-nya masih gaya Yogyakarta. “Tapi nanti kalau mereka ingin mengembangkan tari kreasi baru, mereka kami arahkan ke sanggar Didi Nini Thowok atau ke Bagong Kusudiarjo karena memang di situlah wadah pengembangan tari kreasi baru,” kata Acun.