Ruang Seni Rupa di Kolong Jembatan Imogiri

Pameran Sewu Lukisan Anak berlangsung selama 8 hari, dari 9-16 September 2018 (11/9/2018).

oleh: Fina Nailur Rohmah

Siapa sangka ada ruang seni rupa di kolong jembatan Sungai Oya di Imogiri, Bantul? Ini adalah Pameran Sewu Lukisan Anak yang diberdayakan oleh komunitas Jembatan Edukasi Siluk.

Jembatan Edukasi Siluk berdiri pada 2015 dan awalnya hanya mengajak warga untuk gemar membaca dan peduli dengan lingkungannya.

Salah satu program baru komunitas ini adalah kelas melukis untuk anak-anak. Kelas ini dilaksanakan setiap minggu kedua secara gratis. “Semua kegiatan kami gratiskan. Peralatan untuk kelas melukis juga kami sediakan, sehingga anak-anak tinggal datang,” ujar Kuat, penggagas Jembatan Edukasi Siluk (11/9/2018).

Hasil lukisan yang dilakukan setiap minggu kedua kemudian dikumpulkan dan dipamerkan. “Kelas melukis sudah kami laksanakan sejak Juni 2018, jadi sudah terkumpul hampir seribu lukisan,” kata Kuat.

Anak-anak tersebut merupakan warga sekitar Sungai Oya. Sedangkan sumber utama pemasukan untuk melangsungkan program-program Jembatan Edukasi Siluk adalah hasil penjualan botol yang dikumpulkan dari mubheng sampah di rumah-rumah warga.

Seribu lukisan tersebut tidak sekadar dipamerkan, tapi juga diperjualbelikan untuk mendukung program Jembatan Edukasi Siluk. Lukisan dengan pigura dan tanpa pigura dibrandol dengan harga yang berbeda.

Lukisan anak-anak tanpa pigura (11/9/2018).

“Karya anak-anak sengaja saya jual untuk mendukung kegiatan Jembatan Edukasi. Yang menggunakan pigura kami jual Rp 175 ribu, sedangkan tanpa pigura kami jual Rp 50 ribu,” ujar Kuat.

Lukisan anak-anak menggunakan pigura (11/9/2018).

Ruang seni rupa ini diciptakan sebagai bentuk dendam positif dari para seniman di Imogiri. Mereka beranggapan bahwa sudah terlalu banyak kegiatan yang dilakukan di pusat kota, sementara Imogiri hanya dikenal dengan makamnya (Makam Raja-Raja Mataram) saja.

Tak sembarang pameran, ruang seni rupa ini juga memunculkan fenomena-fenomena menarik, seperti kegiatan membelanjakan dan mengoleksi karya.

“Ruang ini kemudian menjadi wadah interaksi. Ada salah seorang istri maestro, yang sangat paham dengan pemasaran seni rupa. Dia mendidik anak dan keponakannya untuk mencintai karya. Anak-anaknya ternyata ingin membeli lukisan tersebut. Kejadian ini kemudian menjadi semacam edu kolektor, membelanjakan dan mengoleksi karya,” ujar Ampun, seniman (11/9/2018).

Tidak hanya itu, ada juga anak yang meminta uang sakunya selama lima hari untuk membeli lukisan. “Anak tersebut meminta agar uang sakunya digunakan untuk membeli lukisan. Jadi dia tidak akan mendapat uang saku selama lima hari,” tambahnya.

Lukisan-lukisan yang ada menjadi penyambung lidah rakyat, dalam hal ini dunia dari kacamata anak-anak. Pameran ini tidak bisa dimaknai seolah sebagai sekadar pameran, melainkan sebuah komunikasi melalui seni rupa yang memunculkan jejaring-jejaring.

Atikah sebagai pengunjung juga mengaku senang dengan adanya pameran ini “Aku melihatnya sebagai wadah bagi anak-anak untuk berekspresi. Soalnya kalau tidak dikenalkan seni dari kecil, mungkin anak-anak akan susah untuk menghargai kebebasan dan kreativitas orang lain. Sayangnya publikasi acara ini menurut aku kurang luas,” ujar Atikah (20).

“Sambil mencari sampah, kami memberi info ke warga mengenai Jembatan Edukasi Siluk. Jadi konsepnya dari warga untuk warga,” ujar Kuat.