Sendratari Sugriwo dan Subali, Hadir Rutin di Kulon Progo

“Pertengkaran antara Sugriwo dan Subali untuk mendapatkan Dewi Tara tidak dapat dihindari. Ayah mereka, Resi Gotama, harus melerai perkelahian itu. Akhirnya, Subali kembali ke tapanya dan Sugriwo mendirikan kerajaan Pancawati bersama Dewi Tara.”
“Pertengkaran antara Sugriwo dan Subali untuk mendapatkan Dewi Tara tidak dapat dihindari. Ayah mereka, Resi Gotama, harus melerai perkelahian itu. Akhirnya, Subali kembali ke tapanya dan Sugriwo mendirikan kerajaan Pancawati bersama Dewi Tara.”

oleh Nadzifah

Pemerintah Kabupaten Kulon Progo bekerja sama dengan LPM Institut Seni Indonesia Yogyakarta dan masyarakat Desa Jatimulyo Girimulyo mengadakan pentas sendratari kolosal Sugriwo Subali di Goa Kiskendo pada 19 April lalu. Pentas yang akan dilakukan rutin ini bertujuan menarik minat wisatawan sekaligus melanjutkan tradisi dari perbukitan Menoreh.

Rencananya, pentas akan diadakan sebulan sekali mulai Maret hingga Desember 2015, setiap Minggu pekan ketiga. Gua Kiskendo memang terkenal dengan legenda Sugriwo Subali, salah satu kisah dalam epos Ramayana.

Pelatih pentas kolosal itu adalah Gandung Djatmiko, dosen seni tari di ISI, yang menyatakan bahwa LPM ISI mendapat permintaan langsung dari Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo untuk mementaskan itu.

Sendratari ini mendapat tanggapan positif dari ratusan warga yang datang dari berbagai daerah di DIY. “Sebagai pengunjung, saya senang dengan sendratari ini. Saya menjadi tahu pesan dari Sugriwo dan Subali. Secara tidak langsung saya belajar filosofi hidup untuk selalu rendah hati dan jujur,” kata Sasa (20) pengunjung dari Yogyakarta.

Kisah Sugriwo dan Subali berawal dari keinginan Mahesa Sura untuk melamar Dewi Tara, yang ditolak oleh Bathara Indra, ayah Dewi Tara. Akibatnya, Mahesa Sura dan adiknya Lembu Sura merusak Negeri Kayangan, serta membawa Dewi Tara turun ke bumi. Para dewa memutuskan untuk memberikan Aji Pancasona kepada Subali, seorang pertapa dan anak dari Resi Gotama.

Subali menerima permintaan para dewa dan mengajak adiknya Sugriwo untuk menyelamatkan Dewi Tara. Kemudian setelah berhasil menyelamatkan Dewi Tara, Subali meminta adiknya untuk menunggu di depan pintu gua. Apabila yang mengalir adalah darah warna merah maka Mahesa Sura dan Lembu Sura mati, jika mengalir darah warna putih maka Subali yang mati sehingga Sugriwo harus menutup pintu gua.

Darah yang mengalir adalah warna merah dan putih sehingga Sugriwo menutup pintu gua dan membawa Dewi Tara ke Negeri Kayangan. Ia mendapat hadiah untuk menikah dengan Dewi Tara. Namun, saat pernikahan berlangsung datang Subali. Ia murka karena merasa adiknya telah mengkhianatinya. Sehingga ia melanggar janjinya, yakni menggunakan kekuatan Aji Pancasona bukan untuk kebaikan melainkan untuk menyerang Sugriwo.

Subali kembali bertapa dan menyadari kesombongannya dengan mengatakan darahnya putih. Jika ia berkata jujur maka tidak akan ada perkelahian antara dirinya dan Sugriwo. Subali sadar bahwa melakukan sesutu bukan untuk memperoleh pujian dan pengakuan akan tetapi menjunjung tinggi sikap rendah hati dan memaafkan.

Sebelumnya, pada 1980-an, mahasiswa ISI Yogyakarta mengukir relief yang menceritakan secara rinci kisah Sugriwo Subali. Berbeda dengan pembuatan relief, penampilan sendratari kolosal tidak menampilkan secara keseluruhan kisah Sugriwo Subali.

“Tidak semua dari bagian kisah Sugriwo Subali kami tampilkan dalam sendratari kolosal ini. Pertama karena kami hanya memiliki waktu satu bulan untuk latihan hingga penampilan pertama. Kedua, pemain yang terlibat bukan profesional namun dari masyarakat Desa Jatimulyo sehingga kami harus melatih gerakan dan musik. Ketiga, keterbatasan perlengkapan seperti busur panah,” kata Gandung.

Meski demikian, Gandung puas karena lokasi sangat mendukung, seperti tumpukan bebatuan di belakang panggung.

Suisno, juru kunci Gua Kiskendo, mengatakan  bahwa pentas itu mendorong daya tarik gua sebagai tujuan wisata. “Dengan adanya sendratari, pengunjung bertambah, termasuk wisatawan asing. Jumlah peningkatan bisa hingga 100 orang.

“Kami mengusahakan bahwa pada penampilan terakhir Desember nanti, seluruh pemain yang berjumlah 100 berasal dari Desa Jatimulyo. Saat ini, hanya 85 orang dari Desa Jatimulyo sedangkan pemain utama masih dari teman-teman ISI,” kata Suisno.