Seni Pertunjukan Wacinwa sebagai Wujud Toleransi Kehidupan

Lokasi Pameran Harmoni Cina-Jawa dalam Seni Pertunjukan di Museum Sonobudoyo (17/03/2021)

Oleh: Salsabilla Amiyard Siwi

Dalam rangka menjalankan perannya sebagai lembaga pendidikan publik, Museum Sonobudoyo kembali menyelenggarakan Pameran Temporer “Harmoni Cina-Jawa dalam Seni Pertunjukan.” Sejumlah koleksi dari masa lampau dipilih, dinarasikan kembali, dan disajikan ke hadapan publik untuk menengok perjalanan kehidupan bersama budaya Jawa dan Cina di Yogyakarta, khususnya dalam hal seni pertunjukan.

Pameran Harmoni Cina-Jawa dalam Seni Pertunjukan ini berlangsung mulai tanggal 1-26 Maret 2021 di Museum Sonobudoyo. Menariknya, pengunjung bisa menyaksikan pigura keharmonisan antara budaya Cina dan Jawa dengan gratis atau tanpa biaya masuk. “Dalam pameran ini terdapat enam seni pertunjukan yang ditampilkan, antara lain yaitu Pertunjukan Srimpi Muncar, Beksan Golek Menak -keduanya adalah tari klasik Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat- dan empat kesenian di luar keraton: Ketoprak, Samsi/Barongsai, Potehi, dan Wacinwa,” ujar Agustinus Wisnu Kristianto selaku staf Museum Sonobudoyo.

Gambar wayang Cina-Jawa yang ditampilkan dalam Pameran Harmoni Cina-Jawa dalam Seni Pertunjukan di Museum Sonobudoyo (17/03/2021)

Lebih lanjut, Agustinus mengatakan, “Salah satu seni pertunjukan yang menarik dalam pameran ini yaitu Seni Wacinwa atau Seni Wayang Cina-Jawa. Seni Wacinwa merupakan sebuah bentuk kolaborasi kultur Jawa dan Cina yang menyuarakan legenda Cina klasik dalam sebuah pertunjukan pedalangan Jawa. Wacinwa dipopulerkan oleh seniman Peranakan Gan Thwan Sing di tahun 1925-1960 M. Seni pertunjukan Wacinwa ini menampilkan kisah-kisah Cina dalam wujud wayang kulit Jawa sebagai bentuk toleransi kebersamaan antarentitas Cina dan Jawa,” pungkas Agustinus.

“Cerita naskah sampai dengan wayang Wacinwa ini dibuat oleh orang Cina yang tinggal di Yogyakarta. Isi ceritanya pun berasal dari legenda klasik Cina, yang familiar yaitu tentang kisah Sie Jin Kwie. Sedangkan penampilannya menggunakan bahasa Jawa, termasuk dalang, musik gamelan, sinden, dan tampilannya pun sama dengan wayang Jawa pada umumnya,” tutur Korinta Ayuningtyas yang merupakan Gallery Sitter di Pameran Harmoni Cina-Jawa dalam Seni Pertunjukan.

Wacinwa ini merupakan bukti pergaulan antara warga Cina dan Jawa sendiri telah berlangsung jauh sebeIum berdirinya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

“Sangat menarik ya, bisa menggambarkan bagaimana sih keharmonisan antara dua budaya yang berbeda. Perbedaan budaya bukan berarti membawa perpecahan, justru sebenarnya bisa saja membawa keharmonisan,” ungkap Denting Azzahra Pinasthinastiti, salah satu pengunjung Pameran Harmoni Cina-Jawa dalam Seni Pertunjukan ini.