Oleh Lintang Ayu Sekarini
Sejak 21 Desember 2015, DIY resmi memiliki Perpustakaan Daerah baru yang terletak di Jalan Janti No 1, Banguntapan, Bantul. Perpustakaan dengan koleksi 180 ribu judul buku dan hampir delapan ribu koleksi naskah kuno ini diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan biaya pembangunan Rp 23 miliar, berbagai fasilitas yang disediakan serta kenyamanan pelayanan membuat pengunjung membludak jauh melampaui target pada dua bulan pertama setelah peresmian.
Menurut Sari Astuti, Kepala Sub Bagian Tata Usaha di Perpusda DIY, rata-rata dalam sehari untuk hari biasa pengunjung yang datang kurang lebih 500 orang. Sedangkan untuk akhir pekan bisa naik menjadi dua kali lipat mengingat pengunjung pada hari-hari itu lebih banyak didominasi oleh kelompok-kelompok keluarga kecil.
Selain itu, untuk target anggota pemerintah hanya menganggarkan dana untuk 6 ribu anggota baru sepanjang akumulasi tahun 2016 mengingat perpustakaan ini baru saja diresmikan. Tetapi, pada dua bulan pertama setelah peresmian tepatnya pada akhir Februari, target tersebut ternyata sudah berhasil dilampaui. Hal itu menyebabkan mereka kehabisan bahan baku untuk pembuatan kartu anggota resmi karena dananya sudah habis. Ia mengaku aliran dana untuk Perpusda ini berasal dari dana APBN dan APBD.
“Total pengunjung yang mendaftar untuk menjadi anggota kami terhitung sejak akhir Desember-akhir Februari sebanyak kurang lebih tujuh ribu orang. Jauh dari perkiraan sebelumnya. Kami mohon maaf apabila saat ini hanya mampu memberikan kartu anggota sementara kepada pendaftar baru sampai akhir tahun 2016 nanti,” kata Sari saat diwawancarai di kantornya.
Banyaknya pengunjung yang datang karena perpustakaan daerah ini memiliki koleksi buku bacaan yang lengkap, yaitu sebanyak 250 ribu eksemplar buku dari total 180 ribu judul buku, baik fiksi maupun non fiksi dan dalam format hard copymaupun soft copy. Perpusda juga memiliki koleksi langka dan naskah-naskah kuno yang didapatkan dari perpustakaan Kraton, Puro Pakualaman yang sebelumnya telah mengalami proses digitalisasi. Selain itu, pengunjung dapat juga mengakses jurnal dan koran-koran lokal sejak terbitan pertama mereka.
Penyediaan berbagai fasilitas lain yang mampu menarik pengunjung dan membuat mereka betah untuk berlama-lama berada perpustakaan di antaranya adalah tersedianya bioskop enam dimensi, ruang auditorium dengan kapasitas 200 orang, ruang rapat ber AC, kafetaria, ruang bermain untuk anak, ruang dongeng, ruang musik dan dapur. Semua fasilitas tersebut terbagi ke dalam tiga lantai yang masing-masing dilengkapi dengan AC. Bahkan perpustakaan ini terbilang cukup ramah difabel karena memiliki koleksi buku difabel dan toilet untuk kaum difabel.
Menurut Syakirina Rahmatuzahra (19), salah satu pengunjung yang berlatar belakang mahasiswa Pendidikan Bahasa Indonesia di UNY, perpustakaan daerah ini memiliki koleksi buku yang sangat lengkap, ia bahkan bisa menemukan berbagai referensi buku perkuliahannya di sini.
“Petugasnya ramah-ramah, tidak seperti di perpustakaan pada umumnya. Mereka mau mengantarkan saya ke loker-loker tempat buku yang saya cari berada,” kata Syakirina.
Sementara itu, struktur bangunan yang dibuat dengan kesan terbuka dan tinggi menjulang membuat suasana perpustakaan tidak singup. Menurut Sari Astuti lagi, keseluruhan konsep baik dari rancangan gedung hingga pengisian ornamen-ornamen di dalam perpustakaan dibuat sesuai dengan filosofi jawa sebagaimana permintaan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Terdapat empat menara kokoh yang menjulang ke langit, perlambang dari kesempurnaan hidup berupa prakoso (sehat), agung (baik), wulung (berbuat kebaikan untuk sesama) dan waligi (menjaga martabat). Ornamen yang menghiasi di dalamnya pun bertuliskan huruf jawa. Dan apabila dilihat dari atas, bangunan perpustakaan akan terlihat seperti kincir angin. “Bentuk kincir angin itu menurut Bapak Sultan sebagai pengharapan kepada semua orang yang datang agar pengetahuannya semakin bertambah,” kata Sari Astuti.
Lokasi Perpusda yang cenderung berada di daerah selatan merupakan salah satu strategi pemerintah untuk melakukan pemerataan fasilitas pendidikan bagi masyarakat umum. Selain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan buku bacaan, keberadaan dari Perpusda tersebut untuk mewujudkan visi dan misi Yogyakarta sebagai Kota Pelajar sekaligus Kota Pariwisata. Terbukti dengan totalitas pemerintah dalam mengucurkan dana untuk pembangunan Perpusda ini yang tidak bisa dibilang main-main.
Mega proyek ini menelan dana RP 23 miliar, diambil dari APBD DIY dan APBN. “Meskipun pembangunan sempat mangkrak karena terjadi masalah dengan pemborong, akhirnya kami bisa menyuguhkan ke masyarakat Yogyakarta sebuah perpustakaan yang mampu menjawab apa yang masyarakat butuhkan selama ini sekaligus sebagai tempat pelestarian budaya,” kata Endah Pratiwi, Sekertaris BPAD bagian pelayanan.
Selain itu, keberadaan dari berbagai koleksi buku langka, naskah kuno serta lembar negara (staatsblat) yang terdapat dalam koleksi Perpusda merupakan bentuk pelestarian terhadap budaya Yogyakarta. Selamatkan, rawat, dan layankanmerupakan misi mereka dalam usaha untuk terus menambah jumlah koleksi kuno maupun langka-nya. Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk menambah jumlah koleksi, baik melalui pembelian, hibah, tukar-menukar maupun dengan melakukan akuisisi. Bahkan setiap penerbit maupun seniman yang berasal dari DIY wajib memberikan satu copy-an karyanya baik berbentuk buku maupun CD kepada Perpusda.
Dalam usaha meningkatkan pelayanan, Perpusda menjalin kerjasama dengan berbagai pihak, baik dengan pemerintah maupun swasta. Tergabungnya perpusda dengan layanan perpustakaan online JLFA (Jogja Library For All) membuatnya memiliki katalog bersama dengan kurang lebih 40 perguruan tinggi besar yang ada di seluruh DIY, seperti UGM, UNY, Atma Jaya dan banyak PT lain. Katalog tersebut dapat diakses oleh masyarakat dengan mudah sehingga apabila terdapat suatu buku yang dicari tidak ada di Perpusda dan ada di tempat lain, dapat langsung terlacak keberadaannya dengan cepat.
Sementara itu, Perpusda menjalin kerjasama dengan pihak swasta seperti rumah sakit dan mal-mal di Yogyakarta. Bentuk kerjasamanya berupa peminjaman buku perpaket dari Perpusda untuk dititipkan agar bisa dibaca oleh masyarakat yang sedang berada di rumah sakit atau mal tersebut. Selain itu ada pula layanan perpustakaan keliling, penitipan buku di lapas-lapas atau desa-desa. Program tahunan yang sudah mulai dijalankan adalah pengembangan minat baca dengan mengadakan berbagai lomba seperti lomba mendongeng untuk anak-anak dan pendirian rumah belajar di Sewon, Bantul. Rencananya program tahunan ini akan terus dikembangkan seiring dengan harapan Perpusda untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat DIY.