Oleh: Afifatul Millah N.A.H.
Selain getuk goreng dan nopia, Banyumas juga memiliki jajanan khas berupa jenang, yang menggerakkan ekonomi daerah dan dijual hingga ke luar Jawa.
Jenang merupakan olahan ketan, santan, dan gula jawa. Adonan jenang lalu dimasak di kuali besi. Kompor yang digunakan pun masih tradisional berbahan bakar kayu. Dalam satu kuali, Paryan (50), salah seorang pengrajin jenang, dapat menghasilkan 45 kilogram jenang. Seluruh proses dari selip ketan hingga pengadukan dilakukan oleh laki-laki.
“Pertama, beras ketan digiling, lalu dicampur dengan santan. Adonan lalu dicampur dengan vanili dan gula jawa yang sudah dicairkan dalam kuali. Adonan terus diaduk sampai matang sambil dicampur wijen sangrai,” jelasnya.
Selain melibatkan warga laki-laki, Paryan juga mempekerjakan ibu rumah tangga. Ibu-ibu warga Pekaja mengemas jenang yang telah matang di rumah mereka. Dari 1 kilogram jenang, ibu-ibu mengemas jenang menjadi 30 potong menggunakan plastik. Setiap 1 kilogram tersebut, jasa pengemasan diupah seribu rupiah.
Puji (30), putra Paryan, mengaku selama pandemi COVID-19, produksi jenang menurun. Ia hanya menjualkan 10-12 kuintal dari yang sebelumnya bisa menjual hingga 20 kuintal. Penjualan ini berpengaruh karena jenang lebih sering dikonsumsi saat hajatan dan keperluan oleh-oleh.
Kebanyakan konsumen jenang berasal dari Jakarta, Tegal, Semarang, dan Pemalang. Pada hari raya lebaran, ia bisa memasarkan hingga ke Sumatera dan Kalimantan.
Di Kabupaten Banyumas, terdapat sentra pengrajin jenang, tepatnya di Desa Pekaja. “Ada 25 pengrajin jenang di Pekaja dan 3 pengrajin di Karangdadap,” ungkap Aris (35), penyuplai bahan baku jenang (2/23).
Selain di Desa Pekaja, penghasil jenang lainnya berada di Kecamatan Purwokerto Timur, Pekuncen, Ajibarang, Wangon, dan Sokaraja. Besarnya potensi olahan makanan di Banyumas menjadi penyumbang PDRB terbesar dari sektor industri menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyumas 2020.
Ada enam varian jenang, di antaranya Jenang Maduk Sirat, Jenang Ketan, Jenang Ijo, Wajik, Jenang Alus, dan jenang yang paling digemari, Jenang Wijen. Khusus jenang ijo pembuatannya menggunakan pewarna makanan dan gula pasir.
Selama menjadi pengusaha jenang, Paryan mengaku masih menemui kendala dalam distribusi produknya. Ia biasa menggunakan jasa transportasi bus umum, sehingga biaya perjalanan per kardusnya dihargai sama dengan satu orang penumpang. Selain itu, ia juga mengandalkan pengiriman melalui ekspedisi barang.
“Kalau ke luar Jawa bisa satu minggu pengiriman, untuk sekitar Banyumas dan pulau Jawa 1-2 hari,” ungkap Paryan.
Jenang Banyumas tidak menggunakan pengawet sehingga hanya dapat bertahan selama 2-3 minggu. Jenang ini dibanderol dengan harga 25-30 ribu per bungkus, yang berisi 30 buah jenang.