Lemah dalam Pemasaran, Pembatik Giri Loyo Jauh dari Sejahtera

Darisman (87) tengah membuat pola batik di rumahnya, dusun Giri Loyo, Desa Wukirsari, Kabupaten Bantul (11/2).

Oleh: Kurnia Putri Utomo

BANTUL, WARGAJOGJA.NET – Sebagai salah satu produk kebanggaan Indonesia, batik Giri Loyo saat ini hanya mampu menghidupi pengrajinnya sekitar Rp 300 ribu per bulan. Namun berbagai upaya untuk membuka jalur distribusi baru masih menemui sejumlah kendala.

Dukhriyah pengrajin batik, ketika ditemui di rumahnya di dusun Giri Loyo, Desa Wukirsari, Kabupaten Bantul (11/2), menyatakan ia paham bahwa hasil tangannya amat mahal di mancanegara, namun ia tak mampu berbuat banyak untuk meningkatkan pendapatanya. “Jangankan sampai luar negeri, dari saya 350-500 ribu, sampai di paguyuban 1,5 juta itu hal yang biasa,” kata Dukhriyah, seorang pengrajin senior yang sudah membatik kurang lebih selama 32 tahun.

Para pengrajin batik biasa menjual karya mereka bersama paguyuban batik Giri Loyo, lalu menjualnya di toko paguyuban atau kepada perantara yang kemudian bisa sampai mancanegara.

Mayoritas pengrajin batik Giri Loyo ialah perempuan, sedangkan pekerjaan kaum pria bervariasi mulai dari petani, wiraswasta, pegawai negeri dan lain sebagainya. Dalam sebulan seorang pengrajin batik Giri Loyo mampu memproduksi satu hingga dua kain batik. Kain batik halus dihargai sekitar Rp 500 ribu, dan dan kain kurang sehalus seharga Rp 300 ribu.

Pendapatan tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarganya, namun Dukhriyah mengaku kebutuhan sehari-hari masih dapat dicukupi dengan pendapatan suami. Dukhriyah mengatakan selama ini ia hanya menitipkan batik buatannya di paguyuban, belum pernah berjualan sendiri.

Ketua Paguyuban Batik Giri Loyo, Nur Rohman, menyatakan industri batik Giri Loyo memang cukup terkenal di negara luar, seperti Jerman dan Jepang. Ditanyai perihal ekspor, Nur Rohman menyatakan pihak paguyuban belum pernah mengurus izin ekspor secara langsung. “Mau ekspor berapa? Satu warga sebulan hanya bisa memproduksi satu kain batik,” katanya.

Batik yang siap jual dipajang di Gazebo paguyuban batik Giri Loyo. Batik tersebut dikelompokkan berdasarkan harga dan kualitas kain.

Selama ini, batik Giri Loyo dengan total pengrajin sekitar 800 orang dapat menjangkau ke mancanegara melalui pihak ketiga yang ia sebut sebagai broker. Ditanyai perihal siapa saja broker yang mengambil batik, Nur Rohman mengaku tidak ingat karena banyaknya broker yang kerap mendatangi paguyuban. Selain ekspor, paguyuban pernah mencoba pemasaran melalui internet yang diusulkan oleh Dinas Industri dan Perdagangan Kabupaten Bantul. Nur Rohman menyatakan program ini tidak berjalan lancar karena terkendala sinyal yang susah menjangkau daerah Giri Loyo.

Eko Priyo, staf Bidang Produk dan Industri Disperindag Kabupaten Bantul, membenarkan bahwa susahnya sinyal menjadi penyebab tidak berjalannya program pemasaran internet, “Dulu ada dukungan Disperindag Provinsi dalam bentuk berlangganan hosting Citranet selama setahun yang sifatnya berbayar. Setelah setahun, tidak jalan,” kata Eko di kantornya pada Selasa (14/2).

Melalui dukungan hosting internet, pemerintah berharap setelah satu tahun warga dapat menyisakan sebagian keuntungan untuk melanjutkan berlangganan internet sehingga mampu ekspansi ke pasar digital. Namun nyatanya program ini tidak juga dilanjutkan oleh paguyuban batik Giri Loyo.

Selain melalui program pemasaran internet, pemerintah mengajak pengrajin batik Giri Loyo mengikuti berbagai macam pameran di dalam maupun luar kota. Harapannya, pengrajin dapat menemui segmen pasar baru sehingga produk mereka tidak hanya dijual di Giri Loyo.

Namun, program ini masih menemui kendala karena informasi untuk ekspansi pasar tidak tersebar ke seluruh pengrajin batik di Giri Loyo sebab pameran hanya diikuti satu hingga dua pengrajin. “Harapannya ada pemeratan yang ikut pameran. Namun ketua paguyuban menunjuk orang itu-itu saja,” kata Eko.

Menanggapi kasus terputusnya informasi yang didapat dari pameran, pemerintah tetap berusaha mengajak pameran dan mengadakan pelatihan langsung di Giri Loyo sehingga informasi mengenai segmen dan jaringan pasar dapat langsung tersebar ke seluruh pengrajin batik. (KURNIA PUTRI UTOMO)