Masjid Jogokariyan: 50 Tahun Melayani Warga

OLEH: ATIKAH GUSRIANDINI

Selama 50 tahun berdiri, Masjid Jogokariyan bukan hanya melayani kebutuhan umat untuk beribadah, tapi juga ikut membangun ekonomi masyarakat. Tak heran, Masjid Jogokariyan terpilih sebagai masjid terbaik ketiga se-Indonesia menurut Dewan Masjid Indonesia (DMI) pusat.

Di era 1960-an, Jogokariyan adalah wilayah yang menjadi basis Partai Komunis Indonesia. Secara formal yuridis, warga Jogokariyan saat itu sebagian besar beragama Islam, tetapi yang melaksanakan ajarannya masih terbilang sedikit. Masjid Jogokariyan kemudian didirikan pada 1966 atas inisiasi Muhammadiyah ranting Karangkajen, salah satunya untuk ikut mengikis paham komunis.

Di masa awal, Masjid Jogokariyan  hanya digunakan untuk beribadah shalat seperti masjid-masjid pada umumnya.

Kemudian, seiring perkembangan waktu  pengurus takmir masjid melakukan berbagai macam cara untuk meningkatkan kesadaran beribadah masyarakat. Misalnya dengan mengunjungi dari rumah ke rumah, melakukan pembinaan kepada pemuda, memberikan kopi susu gratis kepada jamaah sholat subuh, hingga melakukan sayembara berhadiah umroh bagi yang rutin melaksanakan sholat subuh berjamaah di masjid.

Cara-cara yang ditempuh tersebut dinilai pengurus takmir masjid berhasil.

“Sekarang jamaah yang ke masjid sudah mencapai 95% dari jumlah warga Jogokariyan,” kata Enggar Haryo Panggalih, pengurus takmir Masjid Jogokariyan.

Wasito, Kepala Kelurahan Mantrijeron, merasa Masjid Jogokariyan sangat berhubungan dengan kehidupan sosial warga.
Menurut Wasito, Kepala Kelurahan Mantrijeron, Masjid Jogokariyan punya hubungan erat dengan kehidupan sosial warga.

Selain ibadah, masjid di Jalan Jogokariyan No.36, Mantrijeron ini juga meningkatkan ekonomi warga sekitar. Peningkatan dilakukan dengan melakukan pendataan warga terlebih dahulu. Setelah itu takmir masjid mencatat kebutuhan kas masjid dan mensosialisasikan jamaah mandiri.

Warga dikatakan jamaah mandiri bila mampu berinfak Rp 1.500,-/pekan. Angka Rp 1.500,- diperoleh dari hasil perhitungan pengeluaran masjid selama setahun, dibagi per bulan dan per pekan, dan dibagi lagi dengan kapasitas masjid.

Infak dari warga itulah yang kemudian menjadi dana untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. Melalui infak, masjid dapat memberikan berbagai pelayanan dan bantuan kepada jamaah. Beberapa bentuk pelayanan masjid bagi jamaah antara lain masjid yang bersih, mengundang imam dari Makkah agar warga yang sudah berhaji dapat merasakan kembali suasana saat berhaji, membangun biro poliklinik, dan beasiswa pendidikan.

Selain itu, umat juga dapat bersedekah beras. Setelah dikumpulkan selama 15 hari, beras akan ditakar dan dibagikan kepada anak yatim, janda, lansia, dan warga Jogokariyan yang tidak mampu.

“Ya, pendapatan masyarakat meningkat. Ini juga berkat dukungan masyarakat kepada masjid. Masyarakat diajak untuk senang berbagi melalui infak dan sedekah. Infak dan sedekah yang diberikan pun jelas ke mana arahnya dan digunakan untuk apa,” kata Wasito, Kepala Kelurahan Mantrijeron

Selain melalui infak, pendanaan masjid diperoleh dari usaha mandiri masjid yang dikelola oleh Baitul Mal. Usaha mandiri masjid yaitu penyewaan Aula Islamic Center Jogokariyan dan Hotel Masjid Jogokariyan. Selain melalui usaha mandiri, pendanaan masjid diperoleh dari kas pengurus takmir, dan sponsor. Ini menjadi langkah Masjid Jogokariyan mandiri.

Walaupun begitu, Masjid Jogokariyan tetap memiliki tantangan dan harapan. Tantangannya adalah ingin menjadikan warga lebih memahami Islam dengan benar serta menjadikan masjid sebagai pusat pembinaan masyarakat.

“Harapannya Masjid Jogokariyan lebih menyejahterakan masyarakat Jogokariyan serta masyarakat Jogokariyan lebih memakmurkan dan berjamaah di masjid,” kata Yusna Septian Hardianta, pengurus takmir Masjid Jogokariyan sekaligus ketua pelaksana Kampoeng Ramadhan Jogokariyan.