Oleh: Nadia Utama
Deden Abdurrahman (27) adalah penyanyi tunanetra yang kini menjadi salah satu penghibur di jalanan yang paling banyak menarik perhatian wisatawan Malioboro. Dengan suaranya yang merdu, tak sedikit pengunjung yang memuji dan mengatakan suara Deden mengingatkan mereka dengan penyanyi Sammy Simorangkir.
Berawal dari menyanyi bersama komunitas tunanetra Malioboro, Deden kini tampil percaya diri bernyanyi solo setiap malam di sekitar Mal Malioboro. Dengan suara merdunya, ia pun cepat populer.
“Pengunjung biasanya merekam saya bernyanyi, lalu mereka mengunggah ke YouTube. Mereka memberikan keterangan video yang macam-macam, seperti ‘penyanyi tunanetra mirip Sammy,’ ‘penyanyi tunanetra suaranya bagus,’ dan lain-lain,” kata Deden.
Pada 2015, Deden meninggalkan kota kelahirannya di Mataram, Nusa Tenggara Barat, untuk merantau menuju Yogyakarta. Berbekal rekomendasi yang ia dapat dari kakak kelas SMA-nya, Deden kemudian memutuskan untuk bergabung dengan komunitas penyanyi tunanetra Malioboro, Jaya Musik Malioboro Group. Dari komunitas inilah, Deden kemudian mendapatkan akses untuk memiliki “panggung” sendiri di Malioboro.
Selama tiga tahun bernyanyi di Malioboro, Deden mengatakan ia sering dihampiri oleh para pengunjung seusai menonton penampilannya. Mereka biasanya akan mengajak Deden untuk bercengkrama sejenak sambil memuji kemampuan bernyanyi Deden. “Waktu itu pernah satu keluarga dari Jakarta bilang suara saya bagus. Terus kadang ada yang mengajak buat ikut audisi kontes bernyanyi,” kata Deden.
Tidak sulit menemui Deden di sisi jalan Malioboro. Deden memiliki lokasi tetap untuk bernyanyi yaitu di lokasi sekitaran Mall Malioboro. Sebelum memiliki lokasi tetap, Deden mengakui kalau ia sering berpindah-pindah tempat sampai ke ujung jalan Malioboro. “Dulu sebelum ada kebijakan lokasi tetap, saya biasanya berpindah tempat dari selatan Malioboro sampai ke utara. Kebijakan ini juga baru diadakan setengah tahun terakhir,” kata Deden.
Salah satu pengunjung yang cukup memiliki pengalaman berkesan ialah Yunica Murti, seorang mahasiswi UGM. Berawal dari rasa kagum inilah membuat Yunica berinisiatif untuk menjadikan Deden dan kisah inspiratifnya sebagai objek foto untuk pameran foto yang diselenggarakan oleh Publisia Photo Club (PPC) UGM.
“Suaranya Mas Deden sangat menenangkan. Pada saat itu aku bersama temanku menghampiri Mas Deden untuk memberikan pujian, serta penawaran untuk menjadi salah satu objek foto untuk pameran,” kata Yunica.
Banyak mendapatkan pengalaman positif, Deden mengakui bahwa selama tiga tahun ia bernyanyi di Malioboro ia tidak pernah mendapatkan pengalaman yang negatif baik dari pengunjung maupun dari pihak lainnya. Ia juga mengatakan bahwa semua penampil di Malioboro biasanya akan selalu dijaga ketat oleh tim keamanan Malioboro yang disebut sebagai Jogoboro.
Ketertarikan kepada musik diakui Deden telah ada sejak ia duduk di bangku SMA. Disaat itu pula, Deden juga mulai mempelajari dunia tarik suara secara otodidak. Ia mengakui banyak mengambil referensi bernyanyi dari penyanyi-penyanyi terkenal seperti Sammy Simorangkir dan Afgansyah Reza.
“Gaya bernyanyi saya itu kombinasi antara Sammy dan Afgan. Jadi tak jarang memang ada orang yang bilang suara saya mirip sama Sammy,” kata Deden.
Dibandingkan dengan penyanyi lainnya, Deden mengaku kalau ia lebih sering membawakan lagu-lagu yang sedang populer belakangan ini, sehingga ini menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi pengunjung.
“Supaya pengunjung merasa lebih familiar sama lagu-lagunya. Karena pengunjung Malioboro itu banyak dari kalangan muda,” kata Deden.
Selain memiliki kemampuan bernyanyi yang luar biasa, Deden juga pandai memainkan alat musik drum.
Semasa SMA ia juga pernah tergabung dalam sebuah grup musik akustik dan cukup sering menjadi pengisi acara di kafe-kafe di Mataram.
Di samping menjadi penyanyi di Malioboro, Deden juga tercatat sebagai mahasiswa aktif di Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta. Bahkan Deden mengakui bahwa ia merupakan salah satu mahasiswa dengan nilai akademis yang amat baik.
Semua penghasilan yang diperoleh Deden lewat profesi ini, ia gunakan seluruhnya untuk membiayai pendidikannya, membangun usaha mandiri, serta mebiayai ketiga anak asuhnya yang berada di Mataram.
Dengan berbagai bakat dan keahlian yang ia miliki Deden ingin mematahkan persepsi masyarakat mengenai tunanetra. Bagi Deden, terkadang masyarakat menganggap tunanetra memiliki ruang gerak yang amat terbatas.
“Saya ingin masyarakat lebih tahu bahwa tunanetra itu juga bisa melakukan apa saja, bahkan bisa lebih jika ia memang berusaha” kata Deden..