Peran Perempuan pada Masa Pandemi

Perhimpuan Pelajar Indonesia se-Dunia (PPI Dunia) menyelenggarakan
webinar menyambut Hari Kartini pada Sabtu (25/4).

Oleh: Nuha Khairunnisa

Dalam situasi krisis, ditambah persoalan diskriminasi gender yang belum selesai, perempuan menjadi kelompok yang sangat rentan. Pandemi Covid-19 menjadi ajang pembuktian peran bagi perempuan dalam menyikapi ketidakpastian.

Diskriminasi terhadap perempuan kerap kali menyembunyikan potensi dan peran perempuan di tengah masyarakat. Nyatanya, situasi pademi yang melanda dunia saat ini mampu membuktikan peran penting perempuan dalam menghadapi situasi yang tidak menentu.

Sebagai bentuk perayaan Hari Kartini, Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia (PPI Dunia) menyelenggarakan webinar dengan tema “Kartini Masa Kini: Perempuan Ambil Peran”. Webinar yang disiarkan melalui kanal Youtube PPI Dunia Channel ini mengundang dua narasumber yaitu Gathi Subekti, Head of Design Arkana Architect sekaligus pendiri Perempuan Berarsitektur, dan Beka Ulung Hapsara, Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM.

“Di masa seperti ini, perempuan dalam perannya sebagai istri mengambil alih keuangan dan mencari alternatif pendapatan bagi keluarga. Perempuan menjadi lebih kreatif, banyak yang membuat masker, membuat makanan, kemudian menjualnya untuk menghidupi keluarga,” tutur Gathi pada webinar yang diselenggarakan pada Sabtu (25/4).

Selain dalam keluarga, peran penting perempuan di situasi pandemi juga terlihat dalam konteks yang jauh lebih besar seperti sebuah negara. Sebuah artikel di majalah Forbes menyebutkan tujuh negara dengan respons terbaik menghadapi pandemi Covid-19 adalah negara dengan pemimpin perempuan.

“Saya rasa korelasinya sangat kuat antara pemimpin perempuan dengan kesuksesan menghadapi pandemi. Anggapan bahwa perempuan lebih menggunakan perasaan justru menunjukkan bahwa pemimpin perempuan memiliki sisi humanisme yang tinggi,” ujar Beka. Menurutnya, pemimpin perempuan cenderung lebih tegas dan responsif dalam mengambil keputusan, tanpa mengabaikan sisi kemanusiaan.

Langkah pengambilan keputusan yang tegas dan responsif misalnya tampak dari kebijakan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern yang memberlakukan penguncian wilayah (lockdown) skala nasional bahkan sejak belum terdapat korban meninggal akibat Covid-19 di negaranya. Kanselir Jerman Angela Merkel juga menunjukkan keseriusannya dalam menangani pandemi dengan melakukan tes terhadap virus dalam skala besar.

Pandemi akhirnya menjadi momen bagi perempuan untuk menjadi sepenuhnya berdikari dan membuktikan kemampuan diri, di samping diskriminasi yang masih terus terjadi. Upaya penghapusan diskriminasi terhadap perempuan merupakan kerja kolektif antara laki-laki dan perempuan. Karena itu, saling dukung antara kedua pihak menjadi kunci untuk memaksimalkan peran perempuan di berbagai sendi kehidupan.