oleh Hesti Widianingtyas
Revitalisasi Alun-Alun Utara juga mengarah pada renovasi kantong parkir Ngabean yang disiapkan sebagai parkir alternatif kendaraan wisatawan. Januari kemarin kantong parkir Ngabean telah selesai direnovasi dan memiliki dua lantai. Perubahan pun terus diupayakan menuju semakin tertatanya sistem parkir di Yogyakarta.
Kelebihan yang dimiliki kantong parkir Ngabean sekarang adalah fasilitasnya yang lebih memadai, seperti toilet, tempat ibadah, dan tempat istirahat. Kios penjual makanan, minuman bahkan oleh-oleh khas Yogyakarta pun jadi lebih tertata. Kapasitas untuk kendaraan mobil dan elf sendiri jadi lebih banyak. Tetapi kekurangannya ialah bus tidak dapat parkir miring yang mengakibatkan berkurangnya kapasitas bus dibanding sebelum direnovasi.
Meski demikian, kantong parkir Ngabean yang baru mendapat dukungan dari supir bus, salah satunya adalah Mardi. “Sekarang lebih enak karena lebih aman dan tidak panas.”
Fuad, Ketua Pengelola Forum Komunikasi Komunitas Ngabean (FKKN), menuturkan adanya beberapa masalah yang masih belum terselesaikan hingga kini, yaitu tidak memadainya kantong parkir Ngabean di musim ramai. “Kalau kantong parkir B.I. dan Abu Bakar Ali ramai, bus pasti pindah ke sini dan jadi membludak. Sudah bisa dipastikan bus akan cari kantong parkir lain, atau malah parkir di pinggir jalan umum dan mengakibatkan kemacetan.” ujarnya.
Bus yang parkir di pinggir jalan umum bahkan sudah menular ke beberapa titik, seperti Jalan Brigjen Katamso, Jalan HOS Cokroaminoto, bahkan Jembatan Serangan dan Jembatan Sayidan yang sebenarnya tempat berbahaya untuk parkir bus karena jembatan bisa ambruk.
Terkait masalah tersebut, FKKN sendiri telah melakukan cara-cara untuk menanganinya. Baik pendekatan dengan masyarakat maupun pemerintah. Dengan pemerintah, beberapa kali memberikan masukan supaya ada kantong parkir di pinggir kota. Bahkan Fuad dan teman-teman di FKKN telah mempersiapkan lahan, anggaran, dan mekanisme mengenai hal itu. Dengan masyarakat, telah ada diskusi dengan warga yang memiliki lahan parkir pribadi dan bersedia untuk dikomersialkan sebagai kantong parkir alternatif.
Untuk rencana ke depan, FKKN sudah mengajukan ke Pemerintah Provinsi mengenai pemasangan atap untuk parkir lantai dua, agar mobil dan elf terlindungi dari hujan dan terik matahari. Selain itu juga akan memperbaiki fasilitas yang dirasa kurang, seperti saluran air hujan agar tidak menggenang, menambah kamar mandi di beberapa titik, dan memasang pintu palang untuk malam hari agar orang tidak bebas lalu lalang.
Seiring makin ramainya kendaraan yang datang, dibutuhkan lebih banyak juru parkir. Dibantu oleh Koperasi Pariwisata Ngabean untuk mencarikan tenaga kerja, saat ini FKKN memiliki juru parkir sebanyak kurang lebih 50 orang dengan sistem kerja per bagian. Dimulai dengan pembagian daerah yaitu utara, tengah, selatan dan lantai dua. Ada pula pembagian waktu yaitu pagi, siang dan malam.
Sebelumnya, sejumlah juru parkir yang merupakan warga sekitar Ngabean tersebut mengikuti proses rekrutmen. Kemudian FKKN sebagai pengelola mengadakan masa pelatihan selama dua minggu, yang dilanjutkan dengan pelatihan rutin tiap tiga bulan dan bekerjasama dengan Dinas Perhubungan. Dalam pelatihan tersebut, di antaranya juru parkir diajarkan bagaimana cara penataan kendaraan, cara menghadapi konsumen, dan diajarkan mengenai tarif parkir.
Kantong parkir Ngabean diperuntukkan untuk tiga jenis kendaraan saja. Bagian bawah khusus untuk kendaraan besar, yaitu bus dan bagian atas khusus untuk mobil dan elf. Tarif tiap kendaraan tentunya berbeda.
“Di sini ada tarif progresif yang ditentukan oleh Dinas Perhubungan dan sudah ada Peraturan Daerahnya. Kami hanya menjalankan kemudian setor tiap bulan. Untuk bus Rp. 30 ribu, mobil Rp. 5 ribu dan elf Rp. 15 ribu.” ujar Arif, koordinator parkir dari FKKN.
Keuntungan yang didapat tidak selalu sama. Dalam setahun, biasanya parkiran ramai selama lima bulan dan keuntungan tersebut dipakai untuk menutup tujuh bulan lainnya saat parkiran sepi.