Warung Papeda, Cita Rasa Indonesia Timur di Yogyakarta

Menu papeda dan ikan kuah kuning.

Oleh Kurnia Putri Utomo

Cita rasa kuliner khas Indonesia Timur disajikan di Warung Papeda. Tempat makan ini berlokasi di Kompleks Ruko Babarsari, yakni Jl Babarsari No.10, Caturtunggal, Sleman. Warung yang berdiri sejak 16 September 2014 ini buka dari pukul 10.00 – 22.00 WIB.

Warung Papeda dikelola oleh Sandra Lesmana (24), laki-laki asal Serui, Papua. Ketika memulai bisnis Warung Papeda, Sandra atau yang akrab dipanggil Andra masih berstatus sebagai mahasiswa Jurusan Manajemen di STIE YKPN.

Ide membuat warung ini timbul dari keresahan Andra dan rekannya dari Papua atau Maluku akan kuliner di tanah rantau. Mereka harus beradaptasi dengan cita rasa kuliner Yogyakarta.

“Datang di Yogyakarta ketemu makanan manis seperti gudeg dan penyetan, kami harus beradaptasi. Saya rasa teman-teman dari Papua dan Maluku punya keresahan yang sama,” kata Andra saat ditemui di Warung Papeda, Senin (6/11). Andra kemudian melakukan riset kecil-kecilan dan mendapat data bahwa kebanyakan mahasiswa dari Indonesia Timur merindukan makanan daerah mereka.

Semangatnya membangun rumah makan ini juga dilatabelakangi potensi pasar yang besar. “Di Yogya ada sekitar 20 ribu masyarakat dari Maluku dan Papua. Angka 20 ribu itu sangat besar,” kata Andra.

Untuk mengenalkan Warung Papeda kepada target pasarnya, Andra melakukan promosi melalui akun instagram @warungpapedajogja. Andra juga menyebarkan brosur di asrama mahasiswa Indonesia Timur yang tersebar di Yogyakarta.

Keberadaan Warung Papeda menjadi sarana pelepas rindu bagi warga dari Indonesia Timur. Novia Mandowen (22) mahasiswi jurusan Administrasi Bisnis UPN Veteran asal Jayapura mengaku senang dengan keberadaan warung ini. “Kalau tidak ada warung papeda disini di sini, paling otomatis kami pesan dari Papua dikirim kesini ke sini. Sekarang sudah lebih gampang ada warung disini di sini kata Novia saat ditemui di Warung Papeda, Senin (6/11).

Warung Papeda ini tampak ramai didatangi pelanggan tidak hanya dari Papua dan Maluku. Warga dari daerah lain juga menikmati menu di warung ini. Abilawa Ihsan (20), mahasiswa Filsafat UGM yang menjadi pelangan warung ini menyatakan ia tertarik dan penasaran dengan papeda.

“Aku datang ke Warung Papeda karena ingin mencoba, pengalaman pertamaku makan papeda,” kata Abilawa saat ditemui di (UGM), Sabtu (4/11).

Walaupun bernama Warung Papeda, menu makanan di warung ini sangat beragam dan juga menyediakan nasi. Menu utama yakni papeda, memang menjadi daya tarik dari warung ini. Hal ini karena bahan baku papeda yang disajikan di warung ini didatangkan langsung dari Serui, Papua. Andra rutin memesan satu ton sagu dari Serui setiap 4 bulan sekali.

Menu pelengkap makan papeda yang menjadi andalan di warung ini ialah kuah asam dan ikan kuah kuning. Per porsi papeda dan menu pelengkap dipatok harga 25 ribu rupiah. Dari hasil penjualan, omzet Warung Papeda berkisar pada angka 70-110 juta per bulan. Angka tersebut sangat fluktuatif mengingat tidak selamanya warung ramai.

Masa libur kuliah membuat warung ini sepi sehingga omset omzet bisa jatuh hingga 60%. Jika warung ramai, omset maksimal mencapai 110 juta per bulan. Dengan omset omzet cukup besar, kini Andra berencana membuka cabang di berbagai kota, termasuk di Salatiga, yang sedang dalam proses.