Komunitas untuk Jogja, Bekal Kehidupan untuk Mahasiswa

Sesi berbagi di Sabtukologi KUJ.
Sesi berbagi di Sabtukologi bersama Fadjar Basoeki (57), pendiri KUJ.

 oleh Farrah Audina Fathya

Menyadari bahwa praktik ilmu secara nyata di masyarakat kadang kurang mendapat tempat di perkuliahan, Fadjar Basoeki (57), mahasiswa alumni Pertanian UPN, mendirikan Komunitas untuk Jogja (KUJ), sebagai wadah persiapan mahasiswa setelah lulus kuliah. Bermarkas di Demangan, KUJ berperan sebagai universitas kehidupan yang berfokus pada pengabdian masyarakat.

Kehidupan bermasyarakat sesungguhnya tidak seperti kehidupan saat perkuliahan. Banyak hal yang perlu dipelajari mahasiswa agar nantinya menjadi warga yang berguna untuk lingkungannya. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa Fadjar (57) membentuk KUJ pada 2013.

Niat ini muncul saat Fadjar melakukan tugasnya yang berlokasi di sekitar Jawa Tengah pada 2007. Saat itu, Fadjar sedang mempraktikkan ilmu yang dimilikinya untuk membina petani setempat agar melakukan kegiatan bercocok tanam dengan tepat. Pengalaman tersebut diingatnya kembali saat bermukim di Yogyakarta beberapa tahun kemudian sebagai sesuatu yang memberikan perasaan luar biasa senang pada dirinya. Sadar akan banyaknya nilai-nilai kehidupan yang diraihnya semasa praktik, Fadjar ingin memberikan pengalaman tersebut juga kepada mahasiswa di sekitarnya.

Sudah cukup banyak desa yang lebih tertata berkat peran KUJ yang datang untuk memberikan pelatihan, salah satu contohnya adalah Desa Imogiri dengan pelatihan pengolahan sampah oleh KUJ yang menjadikan Desa Imogiri sekarang lebih asri dan terkenal dengan julukan “Desa Wisata”. Peran tersebut tentu saja menarik perhatian Pemerintah sehingga Fadjar dianugerahi Penghargaan Kalpataru pada 2015.

 

Pada periode pertama KUJ dibentuk, Fadjar belum mendapatkan banyak anggota. Saat itu KUJ beranggotakan kurang dari 10 mahasiswa yang semuanya berasal dari disiplin ilmu Teknologi Pertanian UGM. Fadjar pun langsung memberikan wawasan kepada anggota-anggota awal tersebut mengenai pengalamannya pada masa praktik. Fadjar juga mengajak para anggotanya untuk melakukan praktik akan teori yang telah didapatkan anggotanya saat menimba ilmu di kelas. Seriring waktu, banyak mahasiswa yang tertarik untuk bergabung dengan KUJ terutama untuk mendapatkan pelatihan praktik tersebut. Sampai akhirnya di periode keempat ini, KUJ telah beranggotakan 40 mahasiswa yang berasal dari berbagai macam disiplin ilmu serta perguruan tinggi.

“Di sini, saya ingin mengajak teman-teman mahasiswa agar tidak berkutat dengan kehidupan perkuliahan saja dan agar sadar bahwa setelah selesai dengan urusan perkuliahan nantinya mahasiswa akan terjun ke masyarakat untuk mempraktikkan ilmunya. Namun sebenarnya, ilmu yang harus dipraktikkan nantinya jauh lebih banyak dari ilmu perkuliahan saja. Maka itu, KUJ berusaha menjadi wadah dan memberikan fasilitas kepada mahasiswa untuk sama-sama belajar demi kehidupan bermasyarakat yang baik”, kata Fadjar.

Wulan (22), ketua KUJ periode keempat atau periode 2016 mengatakan bahwa Fadjar, yang disapa Bapak oleh teman-teman KUJ, sekarang hanya bertindak sebagai Pembina Komunitas. Sudah saatnya Wulan dan teman-teman yang menggerakkan KUJ dengan segala ilmu yang telah diajarkan oleh Fadjar. Sekarang kegiatan KUJ juga lebih bermacam-macam dibandingkan kegiatan pada awal pembentukan komunitas yang banyak berfokus kepada Teknologi Pertanian. Kegiatan KUJ mulai dari pengolahan sampah, pembuatan pupuk, pemeliharaan hewan, sampai pemberdayaan mahasiswa dalam berkreasi seperti pembuatan bros. Dalam proses pelatihan ini nantinya akan ditemukannya rasa kebersamaan, kerjasama, dan nilai-nilai kehidupan lainnya yang mungkin tidak ditemukan mahasiswa di lingkungan kampusnya.

“Di sini KUJ terdiri dari mahasiswa-mahasiswa Yogyakarta yang berasal dari latar belakang, disiplin ilmu, dan daerah yang berbeda-beda. Ini yang membuat KUJ semakin berwarna karena masing-masing anggotanya dapat memberikan sebuah pengalaman dan wawasan bagi anggota yang lain”, kata Wulan.

KUJ juga aktif melakukan pemberdayaan kepada daerah-daerah terpencil atau desa-desa di Yogyakarta. Banyak yang tidak menyadari bahwa terkenalnya daerah-daerah wisata di Yogyakarta pada masa ini, seperti Nglanggeran, Imogiri, Bantul, dan Kulonprogo, adalah berkat peran KUJ dalam memaksimalkan potensi di daerah tersebut. KUJ sering memberikan pelatihan kepada masyarakat setempat untuk menghidupkan daerahnya dengan kearifan lokal yang dimiliki daerah tersebut, terutama dalam potensi alam maupun kuliner. KUJ mengajarkan bahwa potensi yang dimiliki harus dimaksimalkan oleh yang mempunyai potensi tersebut, bukannya dikelola oleh pihak lain.

Agenda rutin KUJ adalah Sabtukologi, yaitu kegiatan berkumpulnya semua anggota KUJ di sebuah rumah yang berlokasi di bilangan Demangan, yaitu rumah Fadjar yang telah dijadikan markas KUJ. Di Sabtukologi ini juga diajarkan praktik, misalnya praktik memelihara halaman atau kebun serta praktik-praktik lain yang dirasa mampu dilakukan di daerah perumahan. Selain itu, ada juga sesi sharing yang dilakukan sehingga dapat menjaga terjalinnya komunikasi dari masing-masing anggota KUJ.

Aqila (20), anggota KUJ yang baru saja bergabung selama 7 bulan menjelaskan bahwa KUJ bagi dirinya adalah sebuah komunitas yang penting dan unik yang jarang ditemukan di era globalisasi seperti sekarang. KUJ juga dinilai Aqila sebagai sebuah komunitas yang memperhatikan lingkungan dan peduli akan masa depan mahasiswa dalam kehidupan bermasyarakat. Kehadiran Fadjar sebagai Bapak dari mahasiswa-mahasiswa anggota KUJ juga menjadi nilai tambah KUJ. Dengan sifat perhatian dan ramah yang dimiliki Fadjar, anggota KUJ juga menjadi nyaman dan merasa mempunyai orang tua di daerah rantauannya ini.

“Memang di KUJ tidak diajarkan hal-hal yang berhubungan dengan pertanian saja tetapi untuk praktiknya memang kebanyakan mengenai pertanian. Hal ini yang membuat aku senang di KUJ karena bisa menjadi salah satu penyalur hobiku”, kata mahasiswa Ilmu Ekonomi UIN yang gemar bercocok tanam ini.