Yogyakarta International Art Festival 2017: Ruang Temu 34 Perupa dari 16 Negara

Pembukaan Yogyakarta International Art Festival 2017 di Jogja Galery dihadiri oleh 34 perupa dari 16 negara (28/9)

Oleh: Revina Meika Najmah

Yogyakarta International Art Festival tahun ini kembali digelar dengan suguhan karya lukis dari 34 perupa yang datang dari 16 negara. Acara ini menjadi ruang untuk temu wicara, temu seni, temu budaya, dan temu wisata para perupa internasional.

Yogyakarta International Art Festival merupakan rangkaian acara pameran seni lukis dan Art Camp yang diselenggarakan oleh Jogja Galery. Festival ini juga menyuguhkan Art Camp sebagai ruang temu bagi para perupa yang berlangsung selama lima hari di Omah Petroek, Pakem. Selama Art Camp berlangsung, para perupa juga ditantang untuk membuat dua buah karya yang nantinya dipamerkan di Jogja Galery pada 28 Oktober –10 November 2017.

“Acara ini kami gagas dengan harapan dapat menjadi ruang untuk temu seni, temu wicara, temu wisata, dan temu budaya bagi para perupa internasional. Kami juga ingin memperkenalkan kebudayaan Indonesia melalui berbagai kegiatan yang kami selenggarakan, seperti hiburan tari tradisional, kunjungan ke museum, dan sebagainya,” kata Daru Artono, wakil ketua Yogyakarta International Art Festival 2017 sekaligus General Manager Jogja Galery (7/11).

Yogyakarta International Art Festival pertama kali diselenggarakan pada 2015 dan merupakan pameran dua tahunan yang mempertemukan para perupa dari berbagai negara. Mereka di antaranya datang dari Filipina, China, Taiwan, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, dan India.

“Saya tahu pameran ini dari teman. Katanya karya seni ini dilukis oleh perupa dari berbagai negara dan hanya diberi waktu beberapa hari untuk menyelesaikan lukisannya. Menurut saya itu unik,” kata Siti Nur Cholifah, salah satu pengunjung Yogyakarta International Art Festival 2017 (8/11).

Lukisan yang disuguhkan dalam pameran ini pun memiliki gaya yang bebas dan liar. Panitia sengaja tidak membatasi ruang imajinasi perupa dengan sebuah tema. Hal tersebut dikarenakan masing-masing perupa memiliki karakter dan ciri khas masing-masing yang dibawa dari negaranya. Salah satunya Digie Sigit, perupa asal Yogyakarta, yang selalu menghadirkan kritik sosial di setiap karya seni yang ia hasilkan.

Sebagian pengunjung pun menyatakan puas dengan banyak gaya yang dihadirkan oleh para pelukis. “Saya selalu merasa tertantang untuk memahami arti dari suatu karya seni. Dan Yogyakarta International Art Festival menyuguhkan banyak lukisan dengan berbagai tema dan pemahaman arti yang berbeda,” kata Adiba, salah satu mahasiswi yang mengunjungi Yogyakarta Art Festival (8/11).