Oleh Khairunnisa Rahmasari
Yayuk Sukardan, pendiri maker space dan bisnis aksesoris handmade Joglo Ayu Tenan yang juga Ketua Asosiasi Pengrajin Perhiasan Yogyakarta berbagi cerita tentang dampak pandemi pada bisnisnya dan industri aksesoris kerajinan tangan. Beliau juga bercerita bagaimana pemerintah memegang peran kunci dalam membantu UMKM tetap eksis serta strategi pemulihan bisnis UMKM pasca pandemi.
Siang itu (4/5/2021), saya berkesempatan untuk berbincang dengan Yayuk Sukardan melalui video call WhatsApp. Kesibukannya sebagai seorang pebisnis membuat jadwalnya begitu padat dan saya hanya memiliki waktu singkat untuk mewawancarai beliau.
Sebagai seorang pebisnis kerajinan, pandemi tentu berdampak pada bisnis Anda. Bisa ceritakan sedikit mengenai dampak pandemi terhadap bisnis yang Anda tekuni?
Tentu. Pada saat itu, tepatnya bulan Maret 2020. Kami kaget karena tiba-tiba lockdown lokal diterapkan dan orang-orang cenderung menahan uangnya. Konsumen cenderung menggunakan uangnya pada makanan dan handsanitizer. Hal tersebut berdampak pada kami karena kami bukan salah satu produk prioritas saat pandemi.
Pada saat itu ada beberapa prioritas yang kami pikirkan. Tentu karyawan menjadi salah satu prioritas. Pada saat itu kerisauan kami terletak pada bagaimana karyawan tetap bisa bekerja walaupun kebijakan lockdown tetap berlaku. Bagaimana karyawan dirumahkan namun tetap menerima gaji. Karyawan pun akhirnya membawa pekerjaannya ke rumah dan setiap paginya kami akan rutin melakukan virtual meeting untuk mengerjakannya.
But it doesn’t work. Kegiatan itu hanya bisa berlangsung kondusif selama sepuluh hari pertama karena karyawan saya lebih suka untuk datang langsung ke Joglo (sebutan tempat bagi Joglo Ayu Tenan). Karyawan saya memutuskan untuk datang, meskipun awalnya ditegur oleh pihak RT. Akhirnya, mereka boleh bekerja (di Joglo) asalkan memakai surat-surat izin.
Pada saat itu pun kami belum tahu dampak penjualannya akan seperti apa karena pada saat itu produk kami hanya tersedia online di Zalora dan toko offline di Eastparc Hotel Yogyakarta. Untuk penjualan, pada awal pandemi, kami hanya bergantung pada gerai di Eastparc Hotel. Penjualan di gerai tersebut memang meningkat namun hanya bertahan dua minggu lalu drop drastis karena hotel dilarang beroperasi saat awal pandemi.
Mau tidak mau kita harus berjualan lewat online. Pemerintah pun memfasilitasi supaya UMKM tidak tumbang lewat berbagai program, seperti pelatihan pemasaran digital melalui Shopee, Tokopedia, Blibli, dsb. Awalnya kami sangat antusias untuk mengikuti semua program (webinar), namun pada akhirnya lelah juga. Banyak program banyak yang tumpang tindih antara program dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Padahal mereka punya target yang sama, hanya programnya saja yang berbeda.
Apakah ada kontribusi pemerintah dalam membantu bisnis kerajinan yang terdampak pandemi?
Banyak sekali. Saya merasa pemerintah pada masa yang sulit ini sangat suportif terhadap UMKM.
Misalnya Bank Indonesia yang sangat suportif lewat Karya Kreatif Indonesia. Program tahunan ini dilaksanakan secara virtual untuk pertama kali. Hingga saat ini pihak Bank Indonesia sendiri masih memonitor perkembangan dari berbagai UMKM yang ikut dalam programnya. Kemenparekraf juga membantu dalam pembuatan WA Business sehingga ekosistem marketing digital kita sudah lengkap dan hanya perlu dioptimalisasi dari pihak Joglo sendiri.
Kemudian ada sertifikasi CHSE untuk kunjungan pariwisata yang dikeluarkan oleh Kemenparekraf. Untuk sertifikasinya sendiri juga pengurusannya lebih mudah dan dari pihak Kementerian juga sangat mendukung kami untuk dapat sertifikasinya.
Selanjutnya, pembentukan badan hukum dari pihak Kemenparekraf. Pembentukan badan hukum ini berfungsi untuk keperluan ekspor dan mempermudah UMKM untuk menerima bantuan dari pemerintah. Pemerintah memfasilitasi tersebut untuk mempercepat pembentukan badan hukum (PT) tersebut bagi UMKM tanpa dipungut biaya.
Maret 2021 pun ada training TOX (Training on Exporters) untuk para eksportir. Nah, pelatihan ini durasinya delapan bulan. Joglo terpilih menjadi salah satu UMKM yang mengikuti pelatihan dan salah satu syaratnya sudah harus berbentuk PT. Target bulan November 2021 sudah aktif mengekspor produk.
Selain itu, kami juga ikut salah satu event lain yang diselenggarakan oleh BI pada masa pandemi, yaitu IKRA. IKRA mempertemukan kami dengan pihak BI dan kami difasilitasi untuk produksi foto produk dan e-katalog. Dan kami juga dibuatkan video profil usaha.
November 2020 lalu dikatakan ada upaya pemerintah (dari Dinas Koperasi UKM Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Yogyakarta) untuk membantu UMKM menjalankan usahanya melalui pemberian insentif. Apakah bantuan itu mencakup industri kerajinan juga?
Iya, kami dapat insentif sebesar 2,4 juta dari pemerintah untuk modal kerja UMKM.
Apakah bantuan tersebut berdampak signifikan terhadap bisnis kerajinan di Yogyakarta?
Tentu, insentif yang kami terima langsung saya alokasikan untuk modal karyawan.
Pada Desember 2020 Bappenas mengeluarkan “Survei Kebutuhan Pemulihan Usaha Bagi UMKM Indonesia” dalam menghadapi COVID-19. Apakah kebijakan stimulus tahap pertama dan kedua (yang direkomendasikan oleh Bappenas) sudah dijalankan oleh pemerintah?
Sudah dijalankan.
Misalnya saja perizinan menjadi lebih singkat dan sebagian besar dilakukan melalui online, sistem konsultasi pajak lebih mudah dihubungi, dan akses perbankan juga dipermudah. Nasabah UMKM yang memiliki pinjaman diperbolehkan tidak membayar dulu selama setahun dan bank juga menyediakan pinjaman dengan bunga 0% tanpa jaminan.
Bantuan terkait pasar ekspor juga sangat membantu. Salah satunya lewat ITPC (International Trade Promotion Center) yang melalui perpanjangan tangan Kementerian Perdagangan. Terkait adopsi teknologi, kami diberi teknik belajar dan peningkatan keterampilan melalui berbagai program webinar yang disediakan oleh pemerintah.
Kita tentu tahu bahwa produk-produk kerajinan bukanlah salah satu produk prioritas selama pandemi. Lantas, bagaimana respon pelaku industri kerajinan mengenai persepsi konsumen tersebut dalam konteks pandemi?
Kita langsung pivot dengan kebutuhan pasar. Seperti masker atau strap-mask. Jadi kami tidak selalu saklek dengan aksesoris. Bisnis harus bisa beradaptasi. Dan kita juga berusaha untuk meningkatkan penjualan lewat lanskap digital.
Untuk saat ini apa kira-kira strategi bisnis Anda untuk memulihkan bisnis UMKM?
Sesuaikan dengan kebutuhan pasar. Tingkatkan nilai produk dengan cara menceritakan rincian di balik produk. Perlu juga mengadakan berbagai workshop untuk masyarakat. Edukasi masyarakat mengenai dampak positif dari produk kita.
Siapa saja peran-peran penting yang berpengaruh dalam strategi pemulihan UMKM kerajinan ketika dan pascapandemi?
Semuanya penting. Mulai dari pelaku usaha, pekerjanya, pemerintah, asosiasi, hingga komunitas, Karena semua informasi mengenai industri kerajinan kan selalu berputar dalam komunitas yang terlibat di dalamnya. Jadi semua pemeran dalam industri tentu memegang peran penting yang berbeda.
(Editor: Safira Aulia Tamam)